Lukas Enembe Bantah Slip Transaksi 100 Juta Dari Piton Enumbi, Kuasa Hukum: Tersangka Buta Huruf
Petrus Bala Pattyona menyebutkan salah satu tersangka di kasus suap kliennya adalah orang yang tidak bisa membaca dan menulis.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona menyebutkan salah satu tersangka di kasus suap kliennya adalah orang yang tidak bisa membaca dan menulis.
Tersangka yang dimaksud Petrus adalah Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia Piton Enumbi.
Hal ini disampaikan Petrus dalam maksud menjelaskan kenapa Lukas menyatakan tidak pernah menerima uang dari Piton.
Rabu (6/9/2023) hari ini Lukas kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta konfirmasi kepada Lukas dengan menampilkan bukti slip pengiriman uang dari Piton kepada Lukas sebesar 100 juta rupiah.
Lukas menjawab ihwal ia tidak tahu apa-apa soal slip setoran itu.
Ditemui usai sidang, Petrus menjelaskan alasan atas jawaban kliennya.
Petrus menuturkan Piton tidak bisa menulis dan membaca. Sehingga tidak mungkin slip setoran itu merupakan bukti yang benar.
"Piton Enumbi itu dia buta huruf, tidak bisa menulis dan tidak memberi keterangan atau di-BAP, jadi hanya dengan kertas itu saja," kata Petrus kepada awak media.
Terlebih, pihak kuasa hukum Lukas juga meragukan terkait keaslian slip transaksi itu.
"Kalau yang ditanya itu kan soal di rekening pak Lukas menerima misalnya uang yang catatannya dari bank yang menyatakan bahwa ada setoran dari Piton Enumbi. Permasalahannya kenapa dia membantah? Karena memang faktanya tidak ada," tuturnya.
Lebih lanjut, Petrus juga menyayangkan pengadilan yang tidak menghadirkan pihak bank untuk dimintai konfirmasi. Ditambah lagi agenda sidang sudah masuk tahap tuntutan.
"Sudah masuk agenda tuntutan, seharusnya bank itu dihadirkan untuk memberi klarifikasi. Contoh yg ditampilkan di layar tadi," jelasnya.
"Apakah lembaran slip setoran ini asli punya mereka walaupun tindasan? Ala di tanggal itu ada transaksi? Siapa yang datang ke situ? kan tidak ada juga. Hanya modalnya dengan print itu, dan slip setoran itu," tambah Petrus.
Terkait perkara ini sendiri, Lukas Enembe telah didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar.
Uang tersebut diduga diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.
Dalam dakwaan pertama, Lukas Enembe didakwa menerima suap Rp 45 miliar.
Uang puluhan miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.
Suap diterima Lukas Enembe bersama-sama Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021.
Tujuannya agar mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.
Baca juga: Kuasa Hukum Lukas Enembe Ragukan Keasilian Slip Transaksi Pengiriman Uang yang Ditampilkan JPU
Kemudian dalam dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar.
Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018.
Uang itu diterima Lukas Enembe pada 12 April 2013 melalui transfer dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua. Uang diterima melalui Imelda Sun.
Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).