Gonjang-Ganjing Pemanggilan Cak Imin, Boni Hargens: KPK Harus Tegas
Boni menjelaskan KPK harus tetap tegas untuk mengungkap kasus apapun dengan tetap menjaga integritas dan profesionalismenya.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat tetap percaya diri untuk mengungkap berbagai kasus korupsi politik di Indonesia.
Hal itu disampaikannya sesaat setelah kegiatan Launcing Survei LPI bertajuk "Peran KPK dalam Pelaksanaan Pemilu Bersih" di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Merespon pemanggilan Ketua Umum PKB, Muhamin Iskandar, atau Cak Imin, Boni menjelaskan KPK harus tetap tegas untuk mengungkap kasus apapun dengan tetap menjaga integritas dan profesionalismenya.
Baca juga: KPK Diminta Objektif dan Bebas Dari Intervensi Siapapun Dalam Periksa Cak Imin
Ia menyebutkan dari survei LPI memperlihatkan bahwa kelompok kelas menengah intelektual ini masih berharap dan meyakini bahwa KPK dapat menjadi tulang punggung pemberantasan korupsi untuk menciptakan pemilu yang demokratis dan bersih.
“Dalam konteks ini, KPK sebagai institusi negara harus tetap percaya diri. Wibawa negara harus ditunjukkan oleh KPK dan tidak terpengaruh oleh kontroversi yang mengemuka di ruang publik. Dari survei yang kami lakukan, terhadap kelas menengah intelektual masih berharap dan meyakini KPK dapat menjadi tulang punggung pemberantasan korupsi dalam menciptakan pemilu yang bersih. Survei ini juga memperlihatkan bahwa, kelas menengah intelektual juga meyakini bahwa upaya yang dilakukan oleh KPK merupakan upaya hukum, jadi masih tetap di koridor itu. Meski begitu, KPK juga harus tetap menjaga integritas dan profesionalismenya,” ulasnya.
Baca juga: Cak Imin Dipilih Jadi Cawapres Anies, Majelis Syura PKS Bakal Gelar Rapat Tentukan Sikap
Ia melanjutkan, bahwa pemilu merupakan momentum strategis bagi KPK untuk menekan laju korupsi politik di Indonesia.
Mengingat, seluruh tahapan pemilu merupakan fase kritikal dan rawan terjadinya korupsi yang kemudian berimbas pada sistem politik.
“Dari temuan survei LPI, kalangan kelas menengah intelektual memperlihatkan bahwa modus korupsi dalam pemilu yang kerap kali terjadi itu seperti penyalahgunaan kewenangan jabatan, praktik jual beli suara, hingga pengadaan atau belanja fasilitas kepemiluan.
Dan mayoritas responden berharap serta meyakini KPK dapat bekerja untuk menutup celah rawan itu. Mengingat tahapan pemilu secara teknis ini sangat kompleks, KPK harus mampu membangun kolaborasi dengan banyak pihak, seperti penyelenggara dan pengawas pemilu, PPATK, atau lembaga auditor negara serta institusi penegak hukum lainnya,” sambungnya.
Dari data survei, sebesar 60,25 persen responden mempercayai KPK dapat mengambil peran aktif dan berkolaborasi dengan banyak pihak.
Mayoritas responden menilai, pemilu merupakan momentum strategis bagi KPK untuk menekan laju korupsi politik. Dari data survei terlihat bahwa modus korupsi berpotensi terjadi pada penyalahgunaan kewenangan jabatan.
Sebanyak 40,55 persen responden menilai bahwa aktor politik atau politisi yang tengah menjabat sebagai pejabat publik sangat rawan memanfaatkan kuasanya untuk kepentingan politik elektoral.
Baca juga: Cak Imin Diminta Perlu Kerja Ekstra Hadapi Yenny Wahid dan Tokoh NU di Pilpres 2024
Survei LPI digelar pada 20-31 Agustus 2023 terhadap 934 responden yang merupakan kelas menengah intelektual.
Margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar ±2,95 pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei ini menggunakan purposive sampling di mana subjek yang diambil oleh peneliti sebagai sampel berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, memiliki kriteria khusus dan sesuai dengan tujuan penelitian.
Sementara kelas menengah intelektual yang dimaksud dalam survei ini adalah kelompok masyarakat berpendidikan tinggi (S1, S2, S3) yang secara sadar dan aktif mengawasi kinerja KPK serta memiliki harapan yang besar terhadap perbaikan kondisi hukum di Indonesia terutama dalam hal pemberantasan korupsi.
Kelas menengah intelektual terdiri dari para ahli/pengamat, dosen/pakar, akademisi, peneliti, anggota LSM/NGO, aktivis/pegiat antikorupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.