Mahfud MD: Masalah Kita Bukan di Peraturan, Tapi Moralitas, Integritas, Konsistensi dan Kejujuran
Menko Polhukam Mahfud MD menilai gagasan Ketua MPR RI terkait perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) harus dipandang sebagai salah satu tawaran
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menilai gagasan Ketua MPR RI terkait perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) harus dipandang sebagai salah satu tawaran yang niscaya diperlukan meski bukan satu-satunya pilihan.
Menurut Mahfud, hal tersebut di antaranya karena banyak juga pihak yang menilai sebuah negara maju dan bersih bukan karena persoalan memiliki Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau tidak memiliki GBHN.
Karena menurut mereka, kata Mahfud, buktinya saat ini banyak negara yang membangun negaranya tanpa haluan atau perencanaan bisa tumbuh menjadi negara hebat dan bersih.
Akan tetapi, menurut Mahfud pembangunan Indonesia selalu dilaksanakan dengan perencanaan.
Meskipun GBHN telah dihapus pada masa reformasi namun demikian, kata dia, di kemudian hari muncul Undang-Undang (UU) nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
Namun demikian, kata dia, perubahan UUD bukanlah sesuatu yang dilarang karena hal tersebut pernah dilakukan oleh generasi sebelumnya.
Hal tersebut disampaikannya pada peluncuran buku Bambang Soesatyo bertajuk PPHN Menuju Indonesia Emas 2045 dan News Maker Satu Dasawarsa 'The Politician' di kawasan Senayan Jakarta pada Minggu (10/9/2023).
"Cuma, harus diingat seumpama nanti PPHN ini disetujui menjadi TAP MPR, atau masuk di UUD atau apapun bentuknya disetujui oleh negara, jangan pernah bermimpi bahwa negara ini akan selesai dengan mengubah peraturan," kata Mahfud.
"Karena masalah kita sebenarnya bukan di peraturan, masalah moralitas, integritas, konsistensi, kejujuran, keberanian, itu masalah kita. Bukan tidak ada peraturan," sambung dia.
Ia mencontohkan, dalam sejarah tercatat lahirnya Maklumat Nomor X tahun '45 untuk mengganti UUD '45.
Maklumat nomor X, kata dia, meniadakan berlakunya UUD '45 dari sistem presidensil menjadi parlementer, dari tidak ada DPR dibuat KNIP yang difungsikan sebagai DPR.
Ia pun membeberkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam UUD '45 setelahnya.
"Lahir Orde Baru. Orde Baru salah lagi, dibuat UU hasil reformasi. Sekarang katanya salah. Itu buru-buru, sehingga muncul berbagai ide. Ayo kita amandemen lagi, ayo kembali ke yang asli, ayo dibuat GBHN," kata dia.
"Itu artinya apa? Apapun yang kita lakukan kalau integritas, moralitas, kejujuran, dan keberanian tidak kita miliki sebagai bangsa, seberapa besarpun aturan kita buat, itu sehari sesudah disahkan akan muncul lagi bahwa itu salah katanya, harus diperbaiki lagi," sambung dia.
Namun demikian, ia meminta agar masyarakat tidak berkecil hati.
Baca juga: Bedah Buku PPHN Tanpa Amendemen, Bamsoet Paparkan Alasan Negara Butuh Peta Jalan Model GBHN
Dalam kehidupan bernegara, kata dia, selalu terjadi proses tersebut.
"Cuma, pesannya kalau perubahan itu belum dilakukan secara resmi, yang sedang berlaku itu harus dilaksanakan dengan murni dan konsekuen," kata dia.