Kasus Dokumen Terbang Korupsi Nikel yang Rugikan Negara Rp 5,7 Triliun, RKAB Jadi Sorotan
Kasus Dokumen Terbang dalam perkara dugaan korupsi pertambangan nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara yang Merugikan Negara Rp 5,7 Triliun kian menjadi
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Dokumen Terbang dalam perkara dugaan korupsi pertambangan nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara yang Merugikan Negara Rp 5,7 Triliun kian menjadi sorotan luas.
Pasalnya, kasus itu memunculkan efek domino terhadap industri pertambangan mineral dan batubara yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Di lain pihak, penerbitan Rencana Anggaran Biaya (RKAB) oleh Kementerian ESDM dalam kasus itu juga jadi sorotan.
Diketahui Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus itu baik dari pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT AT, PT LAM, dan PT KKP.
Penetapan tersangka ini berkaitan dengan Kerja Sama Operasi (KSO) di wilayah Antam dengan PT LAM dan perusahaan daerah seluas 22 hektare di Konawe Utara.
Menurut Yosef C.A. Swamidharma dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), kasus ini terjadi akibat belum adanya aturan turunan yang tuntas secara administratif, misalnya mekanisme lelang dan wilayah pertambangan sudah memiliki inventori, serta mekanisme penugasan (untuk area-area yang belum memiliki data-data eksplorasi).
“Yang utama adalah niat baik, mekanisme diutamakan orang yang kompeten, dibuat transparan dengan cara direview oleh pihak lain, supaya lebih terbuka. Kalau ada kekurangan-kekurangan yang masih ada di-list-kan. Hal ini proses maksimum yang harus dilakukan. Namun, kalau ada salah satu pihak yang memang dari awal sudah memiliki modus atau niat tidak baik dalam sistem, sebagus apapun system yang dibuat pasti gampang hancur. Yang paling penting adalah niat baik,” kata Yosef, dalam keterangan yang disiarkan Asosiasi Penambang Tanah Pertiwi (ASPETI), Senin (11/9/2023).
Sementara itu, pelaku usaha pertambangan Taruna Aji memandang, kasus dokumen terbang ini sudah ada dari 6-7 tahun lalu. Namun ini terjadi pada kerjasama business to business antara perusahaan pertambangan. Permasalahannya kasus ini melibatkan perusahaan milik negara (BUMN).
Taruna Aji memandang permasalahan ini menjadi Pekerjaan Rumah bersama yang harus diperbaiki, karena sebenarnya sederhana.
“Artinya bahwa semua pihak jangan ada arogansi, di instansi yang lain, memiliki kebersamaan untuk bangsa, itu aja kuncinya. Kalau masih ada rasa modus-modus apapun sistem, tidak akan berjalan, pasti itu. Karena carut marutnya ini sesungguhnya masalah non teknis,” imbuhnya.
Pelaku usaha pertambangan lainnya, Jeffisa Putra Amrullah mengatakan dibutuhkan pengawasan dari negara dan perlu adanya grand design mining. Kultur masyarakat juga perlu diperhatikan, karena kemiskinan itu juga besar.
"Negara harus hadir di masyarakat bawah. Terkait kasus dokumen terbang, PT KKP harus bertanggung jawab atas dokumen tersebut. Yang paling bertanggung jawab bukan ESDM tapi PT KKP,” tegasnya.
Praktisi Hukum Pertambangan, Arie Nobelta Kaban menjelaskan, perkara dokumen terbang ini harus dilihat dari masalah RAKB yang tidak prosedural, yang digunakan UU Tipikor atau UU Minerba?
Dilihat dari kasus ini, tersangka dalam Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT AT Tbk ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1), 56b KUHPidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.