Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hari Kesaktian Pancasila Diperingati pada 1 Oktober, Ini Sejarah Singkatnya

Inilah sejarah peringatan Hari Kesaktian Pancasila, yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober, mulai dari awal mula kejadian hingga penumpasannya.

Penulis: Oktaviani Wahyu Widayanti
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Hari Kesaktian Pancasila Diperingati pada 1 Oktober, Ini Sejarah Singkatnya
Tribun Jogja
Ilustrasi Pancasila - Inilah sejarah peringatan Hari Kesaktian Pancasila, yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober, mulai dari awal mula kejadian hingga penumpasannya. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejarah peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap 1 Oktober tiap tahunnya.

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini diperingati dalam rangka mengingat momen atau insiden berdarah yaitu pembantaian terhadap 6 jenderal dan seorang kapten serta beberapa korban lainnya.

Kejadian ini dilatarbelakangi oleh peristiwa Gerakan 30 September 1965 lalu.

Mengutip dari kemdikbud, Peristiwa ini dikenal sebagai upaya kudeta Partai Komunis Indonesia untuk mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. 

Untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang telah gugur, maka rakyat Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila ini setiap tahunnya.

Baca juga: Contoh Pidato Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2023, Penuh Makna

Sejarah Hari Kesaktian Pancasila

Berita Rekomendasi

Mengutip dari kemdikbud.go.id, G30S menjadi tragedi yang kontroversial dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Peristiwa G30S memakan banyak korban dari kalangan petinggi militer Indonesia, yang diduga dilakukan oleh Partai Komunis di Indonesia.

G30S terjadi karena adanya persaingan politik, karena PKI sebagai kekuatan politik merasa khawatir dengan kondsi kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk.

Awal mulanya pada Agustus 1965, Presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpidato, banyak pihak yang beranggapan bahwa usia beliau tidak akan lama lagi.

Kemudian, banyak pertanyaan muncul mengenai siapa pengganti Presiden Soekarno nantinya, dan ini menyebabkan persaingan semakin tajam antara Partai Komunis dengan TNI.

Peristiwa gerakan 30 September 1965 pada dasarnya berlangsung selama dua hari, yaitu pada tanggal 30 September 1965 dan tanggal 1 Oktober 1965.

Tanggal 30 September adalah saat kordinasi dan persiapan dilakukan, kemudian pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari inilah terjadi kegiatan pelaksanaan penculikan dan pembunuhan.

Baca juga: 35 Link Twibbon Hari Kesaktian Pancasila 2023, Lengkap dengan Cara Mudah Unggah di Media Sosial

Gerakan 30 September 1965 berada di bawah kendali Letkol Untung dari Komando Balation I resimen Cakrabirawa.

Letkol Untung menunjuk Lettu Dul Arief menjadi ketua pelaksanaan penculikan.

Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam Jendral menjadi korban penculikan dan pembunuhan yakni:

- Letjen. Ahmad Yani

- Mayjen. R. Soeprapto

- Mayjen. Haryono

- Mayjen. S. Parman

- Brigjen D.I. Panjaitan

- Brigjen Sutoyo

- Perwira Lettu Pierre Tandean

Keseluruhannya dimasukan ke dalam lubang di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Satu Jenderal selamat dalam penculikan ini yakni Jendral A.H. Nasution, namun putrinya menjadi korban yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu. Pierre Tandean.

Korban lain ialah, Brigadir Polisi K.S. Tubun wafat ketika mengawal rumah Dr. J. Leimana.

Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, Kolonel Katamso dan Letkol. Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini.

Setelah berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI menguasai gedung Radio Republik Indonesia dan mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit no.1, yakni pernyataan bahwa gerakan G30S adalah upaya penyelematan negara dari Dewan Jendral yang ingin mengambil alih negara.

Baca juga: Presiden Jokowi Pimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila

Gerakan 30 September 1965 menyebabkan kebingungan terhadap masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta.

Mereka mempertanyakan kemana para petinggi Angkatan Darat tersebut, karena tidak ada yang mengetahui keberadaannya.

Kemudian hal tersebut direspons oleh pemerintah, Mayjen Soeharto sebagai Panglima Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat), yang mengambil kesimpulan bahwa para perwira tinggi itu telah diculik dan dibunuh.

Mayjen Soeharto langsung mengambil alih pimpinan Angkatan Darat guna menindaklanjuti peristiwa yang terjadi di tanggal 30 September tersebut.

Langkah penumpasan dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965, TNI berusaha menetralisasi pasukan-pasukan yang menduduki Lapangan Merdeka.

Mayjen Soeharto menugaskan kepada Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk merebut kembali gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi, tugas tersebut selesai dalam waktu singkat dan tanpa pertumpahan darah.

Dalam surat tersebut berisi perintah kepada Soeharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya.

Kewenangan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Soeharto untuk melarang PKI berada dan juga tumbuh di wilayah Indonesia.

Hal ini menjadi bentuk penghargaan atas jasa-jasanya, Soekarno dipertahankan sebagai Presiden Tituler Diktatur Militer sampai Maret 1967.

Setelah kejadian berdarah waktu itu, maka 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September (G30S) dan pada, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

(Tribunnews.com/Oktavia WW)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas