Febri Diansyah Bakal Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi Kasus Dugaan Korupsi Kementan
Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah akan penuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi Kementan, Senin (2/10/2023).
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengaku bakal memenuhi panggilan penyidik KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta.
KPK mengagendakan pemanggilan Febri untuk bersaksi di kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Tak hanya Febri, tim penyidik juga memanggil satu eks pegawai KPK lainnya, yakni Rasamala Aritonang.
"Kami akan mendatangi KPK," kata Febri, Senin (2/10/2023) dikutip dari Kompas.com.
Meski demikian, Febri mengaku belum menerima surat pemanggilan dari penyidik KPK.
"Sampai hari ini belum ada surat panggilan yang kami terima," kata Febri.
Baca juga: VIDEO Polda Metro Jaya Koordinasi dengan Baintelkam Polri Cek Legalitas 12 Senpi di Rumdin Mentan
Febri mengatakan, dirinya akan mengklarifikasi panggilan tersebut.
Termasuk, bakal bertanya ke mana surat panggilan itu dikirim.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan pihaknya bakal memanggil sejumlah saksi untuk diperiksa di kasus dugaan korupsi yang menyeret Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo ini.
"Sebagai bagian pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik KPK, pemanggilan berbagai pihak sebagai saksi sudah mulai teragendakan."
"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan saksi Febri Diansyah (pengacara)," kata Ali Fikri, Senin (2/10/2023).
Selain Febri dan Rasamala, penyidik KPK turut memanggil mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.
Belum diketahui keterkaitan Febri, Rasamala, dan Donal dengan perkara ini.
Termasuk materi pemeriksaan yang dilakukan terhadap ketiganya.
"Pemanggilan para saksi ini tentu sebagai kebutuhan proses penyidikan yang sedang KPK selesaikan," kata Ali.
Terkait kasus dugaan korupsi ini, sebelumnya Syahrul Yasin Limpo telah diperiksa sebagai saksi pada 19 Juni 2023 lalu.
Rumah dinas SYL juga sudah digeledah KPK pada Kamis (28/9/2023) sore hingga Jumat (29/9/2023) pagi.
Selain rumah SYL, KPK juga telah menggeledah kantor Kementan pada Jumat (29/9/2023).
KPK menyebut kasus dugaan korupsi yang terdiri dari tiga klaster ini sudah naik ke tahap penyidikan.
Namun hingga kini, KPK belum mengumumkan siapa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Kementan ini.
Meski demikian, beredar kabar Syahrul Yasin Limpo sudah ditetapkan sebagai tersangka.
KPK Pastikan Sudah Ada Tersangka
Ali Fikri, menuturkan pihaknya sudah menemukan alat bukti permulaan untuk meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Ia memastikan KPK sudah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementan ini.
Meski demikian, KPK masih enggan membeberkan identitas tersangka yang dimaksud.
"Ketika naik pada proses penyidikan, kami pastikan telah menetapkan pihak sebagai tersangka."
"Namun, identitas tersangka akan kami sampaikan ketika penyidikan ini cukup. Masih ada proses panjang," kata Ali Fikri, Jumat (29/9/2023), dikutip dari youTube KompasTV.
KPK telah melakukan proses penggeledahan di rumah dinas Syahrul Yasin Limpo di Jalan Widya Chandra V nomor 28, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
KPK butuh waktu hampir 20 jam untuk menggeledah rumah dinas Syahrul.
Dari penggeledahan tersebut, KPK telah menyita sejumlah barang.
Di antaranya, sejumlah uang tunai dalam bentuk rupiah dan mata uang asing serta beberapa dokumen lainnya terkait perkara kasus dugaan korupsi Kementan.
Uang yang disita KPK itu bernilai puluhan miliar rupiah.
"Ditemukan sejumlah uang rupiah dan dalam bentuk mata uang asing, juga beberapa dokumen ditemukan di sana seperti catatan keuangan dan juga pembelian aset yang bernilai ekonomis tentunya, dan lainnya yang terkait dengan perkara," kata Ali Fikri.
"ditemukan juga alat bukti elektronik," lanjutnya.
Selain itu, Ali menuturkan, KPK juga menyita 12 senjata api di rumah dinas Mentan Syahrul.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian daerah tentunya terkait dengan temuan dalam proses geledah dimaksud (senpi)," ujarnya.
Terkait kasus ini KPK menggunakan pasal terkait pemerasan atau pemaksaan dalam jabatan.
Ali Fikri mengatakan kasus ini merupakan salah satu dari tiga klaster dugaan korupsi di Kementan.
"Kalau dalam konstruksi bahasa hukumnya, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, begitu ya."
"Tentu ini tempat kejadiannya di lingkungan Kementan," kata Ali.
Ali mengatakan, terduga pelaku dalam kasus ini disangka melanggar Pasal 12 E Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pasal tersebut berbunyi:
"Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri," demikian bunyi Pasal 12 E UU Tipikor.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Ilham Rian Pratama) (Kompas.com/Syakirun Niam)