HUT ke-78, Pengamat Militer Nilai TNI Harus Lebih Fokus pada Geopolitik Kawasan
Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati memberikan beberapa catatan pada HUT ke-78 TNI.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada Kamis 5 Oktober 2023 hari ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78.
Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati memberikan beberapa catatan pada HUT ke-78 TNI.
Menurutnya, pada HUT tahun ini saatnya TNI berbenah diri dengan lebih fokus pada geopolitik kawasan.
"Kita ketahui bersama bahwa Perang Rusia-Ukraina juga berdampak pada intensitas di Laut China Selatan dan Selat Taiwan. Dengan alasan untuk mengimbangi pengaruh China di kawasan, maka kekuatan militer Amerika Serikat sudah digelar di beberapa pangkalan militer di Filipina sejak 2022. Penggelaran kekuatan militer Amerika Serikat tersebut menyusul gelar kekuatan di Darwin, Australia," kata Susaningtyas melalui pesan singkatnya.
Berikutnya, kata wanita disapa Nuning itu, kekuatan militer sejak awal 2023 juga digelar di Papua Nugini.
"Kita paham Amerika Serikat menggunakan strategi containment untuk mengepung China," ujarnya.
Baca juga: Upacara Peringatan HUT Ke-78 TNI Berlangsung di Monas, Alutsista dan Demo Udara akan Ditampilkan
Namun menurutnya, TNI patut mencermati bahwa strategi containment yang semula ditujukan kepada China, bisa juga tiba-tiba berbalik ditujukan kepada negara lain di kawasan.
Posisi kekuatan militer Amerika Serikat saat ini ada di sebelah Utara, sebelah Selatan, dan sebelah Timur wilayah NKRI.
Nuning juga menyoroti separatisme Papua yang tak kunjung tuntas yang bisa saja memancing kekuatan militer negara lain yang memiliki aset atau investasi di Papua.
"Dengan alasan melindungi aset dan investasinya, maka kekuatan militer negara tersebut bisa saja masuk ke wilayah NKRI. Apalagi jika dibungkus dengan isu "untuk perlindungan HAM"," tuturnya.
Menurutnya, memasuki tahun politik seharusnya Separatisme Papua harus bisa diselesaikan secara tuntas pada tataran nasional dan internasional.
Pengalaman negara lain, seperti Inggris menyelesaikan Separatisme Irlanda, Spanyol menyelesaikan Separatisme Catalunya, dan Sri Lanka menyelesaikan Separatisme Tamil, dapat digunakan TNI untuk menyelesaikan Separatisme Papua.
"Kekuatan Separatisme Papua jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan Separatisme Irlandia ataupun Tamil sehingga di atas kertas dapat diselesaikan relatif lebih cepat," ujarnya.
Memasuki 2024, kata Nuning, seharusnya TNI fokus berbenah diri untuk bisa menyelesaikan Separatisme Papua.
"Dengan penyelesaian Separatisme Papua secara komprehensif, maka kita semua dapat menyelenggarakan tahapan Pilpres, Pileg, dan Pilkada tanpa gangguan stabilitas keamanan dalam negeri sekaligus TNI dapat berkonsentrasi pada geopolitik kawasan," ujarnya.