Sejak Anwar Usman Ikut Rapat, Tak hanya Belokkan Amar Putusan Hakim MK, Tapi Membalikkan 180 Derajat
Wakil Ketua MK Saldi Isra membeber sejumlah keganjilan keputusan yang diambil dalam rapat permusyawaratan hakim menjelang pengambilan keputusan MK.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Choirul Arifin
Hakim konstitusi Saldi Isra mengungkapkan ada hal yang berbeda dalam RPH memutus perkara usia capres cawapres itu.
Baca juga: Saldi Isra: MK Kabulkan Gugatan yang Sebenarnya Secara Tekstual Tak Dimohonkan Pemohon
Ketika RPH untuk memutus Perkara Nomor 29, 51, 55/PUU-XXI/2023, enam dari dari delapan hakim konstitusi yang hadir dalam RPH, minus Hakim Anwar Usman, sepakat menolak permohonan dan dan tetap memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka atau opened legal policy pembentuk undang-undang.
“Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya memilih sikap berbeda sepakat menolak permohonan dan tetap memposisikan Pasal 109 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang,” jelas Saldi dalam ruang sidang MK, Jakarta, Senin (10/6/2023).
Dalam RPH berikutnya masih berkenaan dengan norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017, pembahasan dan pengambilan putusan permohonan gelombang kedua, in casu Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU- XXI 2023, sembilan hakim hadir secara lengkap.
Namun beberapa hakim yang dalam RPH Perkara Nomor 29, 51, 55/PUU-XXI/2023 telah memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang tiba-tiba menunjukkan ketertarikan dengan model alternatif yang dimohonkan di dalam petitum Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Padahal, model alternatif yang dimohonkan oleh pemohon dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara substansial telah dinyatakan sebagai kebijakan hukum terbuka dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Dalam hal secara faktual, jelas Saldi, perubahan komposisi hakim yang memutus dari delapan orang dalam Nomor 29, 51, 55/PUU-XXI/2023 menjadi sembilan orang dalam Perkara Nomor 90, 91/PUU-XXI/2023 tidak hanya sekadar membelokkan pertimbangan dan amar putusan.
“Tetapi membalikkan 180 derajat amar putusan dari menolak menjadi mengabulkan meski ditambah dengan embel-embel sebagian sehingga menjadi mengabulkan sebagian,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dari semua gugatan yang dibacakan hari ini soal usia minimal capres cawapres, hanya ada satu putusan yang dikabulkan sebagian oleh MK, yakni Perkaran Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dengan dikabulkannya gugatan ini syarat usia minimal capres cawapres berubah. Dari yang semula minimal 40 tahun kini menjadi usia minimal 40 tahun atau kepala daerah yang sudah berpengalaman.
Berarti sangat dimungkinkan orang di bawah 40 tahun dapat maju sebagai capres atau cawapres asalkan ia sudah berpengalaman menjadi kepala daerah.