DPR Didesak Gunakan Hak Angket Usut Dugaan Bisnis Senjata dengan Junta Militer Myanmar
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SSR) desak DPR gunakan hak angket usut dugaan bisnis senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
Sebab, Komisi I membawahi Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri yang saling bersangkutan.
Kementerian Pertahanan, ujarnya, mengeluarkan lisensi memberikan lisensi ekspor senjata dimana Kementerian Pertahanan berperan dalam memberikan End User Certificate (EUC) sebagai transparansi penerima atau pemesan barang.
Sedangkan Kementerian Luar Negeri, kata Koalisi, yang memberikan pertimbangan konvensi atau peraturan internasional terkait embargo senjata kepada Myanmar.
Sementara Komisi VI membawahi kementerian BUMN memiliki peran penting untuk mengawasi 3 perusahaan komersil produk militer ini yang sepenuhnya milik negara atau merupakan state-owned enterprise dimana sudah sepatutnya ada kepatuhan yang harus dijalankan.
"Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SSR) mendesak Komisi I dan VI DPR RI mengimplementasikan Hak Angketnya untuk melakukan penyelidikan terhadap Kementerian Pertahanan dalam perizinan produksi dan pengiriman senjata ke militer junta melalui True North Ltd yang semakin memperburuk situasi krisis kemanusiaan di Myanmar," kata Al Araf.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SSR) tersebut terdiri dari (Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Centra Initiative, Imparsial, ELSAM, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), SETARA Institute, Forum De Facto, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Selain itu juga Amnesty International Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Corruption Watch (ICW), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Kemudian, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Human Rights Working Group (HRWG), Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat (LBHAP PP) Muhammadiyah).
Komnas HAM Diminta Selidiki
Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar sejak 2017 sekaligus mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman mendorong Komnas HAM menyelidiki dugaan keterlibatan tiga BUMN pertahanan Indonesia dalam tindakan-tindakan Junta Militer Myanmar yang menurutnya berkualifikasi pelanggaran HAM berat.
Marzuki mengatakan, selaku pelapor, ia telah menyampaikan dugaan keterlibatan PT PAL, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia dalam bisnis senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Menurutnya, dugaan yang didasarkan pada sumber-sumber terbuka dan sumber lainnya tersebut perlu penyelidikan lebih lanjut.
Marzuki mengatakan karena tindakan ketiga BUMN pertahana tersebut diduga bertentangan dengan Resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Hal tersebut disampaikannya usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan dan Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (23/10/2023).
"Ini tentu sesuatu yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut karena bersangkutan dengan satuan usaha Indonesia dalam transaksi persenjataan dan berlawanan dengan resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer di Myanmar," kata Marzuki.