Sekretariat Kolaborasi Indonesia Sebut Alokasi Pupuk Bersubsidi Belum Optimal Bantu Petani
alokasi pupuk bersubsidi Kartu Tani yang jumlahnya terbatas sehingga petani terpaksa membeli pupuk mahal saat jatahnya habis.
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petani mengeluhkan alokasi pupuk bersubsidi Kartu Tani yang jumlahnya terbatas sehingga petani terpaksa membeli pupuk mahal saat jatahnya habis.
Hal tersebut membuat petani mengalami kesulitan. Demikian diungkapkan petani dalam kegiatan forum warga mingguan musyawarah Reboan.
Wakil Sekjen Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) Azmi Majid mengatakan petani yang memiliki kartu tersebut membeli pupuk berdasarkan kuota pupuk bersubsidi yang dapat dibelinya.
“Jadi jika jatahnya sudah habis, terpaksa membeli yang non subsidi dengan harga yang mencapai empat kali lipat. Hal ini terjadi karena jumlah yang disubsidi tidak memadai,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Rabu (1/11/2023).
Malah, menurut Azmi, petani berharap kartu tersebut sebaiknya dihapuskan karena menjadi menyusahkan petani.
“Kami yang petani harus membeli di toko yang yang telah ditentukan dan kadang jaraknya jauh dan ternyata setelah kesana stoknya kosong.”
Hal serupa terjadi di Sodonghilir Tasikmalaya, Jawa Barat, banyak petani yang mengeluhkan tidak optimalnya kartu tani.
Hal ini lantaran kartu tersebut tidak otomatis membuat pupuk bersubsidi mudah didapatkan.
Kesulitan mendapatkan pupuk, mahalnya harga pupuk dan masalah status sawah menjadi kendala utama.
Menurut pengurus SKI Jawa Barat Solihin Nurodin ketentuan lainnya kartu tani yang menyulitkan adalah meski petani memiliki kartu tersebut, jika ia tidak mempunyai sawah maka petani tersebut tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi.
Baca juga: Antisipasi Musim Tanam Stok Pupuk Subsidi Tiga Kali Lipat dari Ketentuan Minimum Pemerintah
“Hal inilah yang perlu dibenahi, sehingga petani produktivitasnya menjadi optimal,” tutupnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.