Menko PMK: Pengiriman Bantuan Alat Medis Terkendala Minimnya Listrik di Gaza
Penangguhan pengiriman bantuan alat medis ini, kata Muhadjir, akibat kendala minimnya tenaga listrik dan tenaga medis di Gaza.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Erik S
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan Pemerintah Indonesia masih menangguhkan bantuan alat medis ke wilayah Gaza, Palestina.
Penangguhan pengiriman bantuan alat medis ini, kata Muhadjir, akibat kendala minimnya tenaga listrik dan tenaga medis di Gaza.
Padahal, Muhadjir mengungkapkan Pemerintah Palestina telah mengajukan permintaan alat medis ke Pemerintah Indonesia.
Baca juga: 50 Sandera Hamas Akan Dibarter Pembebasan Warga Palestina di Penjara Israel, BBM Boleh Masuk Gaza
"Tetapi kemarin terpaksa ditangguhkan karena di sana tidak ada fasilitas yang memungkinkan alat-alat itu bisa dioperasikan. Karena di sana tidak ada listrik dan juga tidak ada tenaga yang nanti mengoperasikan," ujar Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
"Alatnya sudah siap kita, tetapi kita tangguhkan untuk pengiriman karena di sana tidak ada fasilitas infrastruktur yang memungkinkan itu dioperasikan," tambah Muhadjir.
Pemerintah Indonesia akhirnya memfokuskan pemberian bantuan obat-obatan dan kebutuhan sehari-hari masyarakat Palestina.
Salah satu bantuan yang diberikan, adalah selimut. Muhadjir mengatakan selimut dibutuhkan masyarakat Palestina menjelang musim dingin.
"Mulai dari selimut, karena nanti pertengahan Desember akan masuk ke musim dingin. Kemudian juga kebutuhan terutama anak-anak dan wanita. Itu yang kemarin kita prioritaskan," ucap Muhadjir.
Penyerahan bantuan, kata Muhadjir, juga tidak bisa dilakukan langsung kepada masyarakat di Gaza.
Muhadjir mengungkapkan bantuan dari Pemerintah Indonesia diserahkan Palang Merah yang ada di Mesir atau Palang Merah Internasional.
Baca juga: Staf WHO Bersama Anak dan Suami Tewas Dibom Israel Saat Mengungsi ke Gaza Selatan
Pemberian bantuan secara langsung, menurut Muhadjir, sangat sulit karena harus melalui satu pintu, yaitu dari Rafah.
Rafah merupakan perbatasan Gaza dengan Mesir. Bantuan yang melalui Rafah harus melalui pemeriksaan dua pihak, yakni lewat otoritas Israel dan Mesir.
"Jadi nanti bantuan itu sudah dibukai semua, disortir, baru kemudian bisa masuk ke Rafah. Sehingga kita sangat tergantung itikad baik dari Pemerintah Mesir terutama. Kemudian juga Israel sendiri untuk terbuka untuk bisa mengirim bantuan-bantuan yang diperlukan oleh masyarakat," pungkas Muhadjir.
Seperti diketahui, jumlah korban tewas di Gaza kembali mengalami lonjakan menjadi lebih dari 14.000 orang.
Baca juga: Menlu Retno: 3 WNI Relawan MER-C di Gaza Belum Bisa Dikontak
Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikelola Hamas pada Selasa (21/11/2023) mengatakan, jumlah korban tewas di Gaza akibat serangan Israel yang dimulai sejak 7 Oktober telah melonjak menjadi 14.128 orang.
Sebelumnya, pemerintah Hamas pada Senin (20/11/2023) mengumumkan, jumlah korban tewas mencapai lebih dari 13.300 orang. Ini berarti ada 700 orang meninggal dunia di Gaza hanya dalam sehari.
Pihak berwenang di Gaza menyampaikan, 5.840 anak-anak dan 3.920 perempuan termasuk di antara korban tewas.