Pakar Hukum Tata Negara Ungkap 3 Keanehan RUU DKJ, Duga Ada Unsur Politis
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) bermasalah.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
"Artinya bukan penunjukan tetapi tetap melalui mekanisme pilkada. Kenapa? memang sudah berlangsung lama dan kita menghormati prinsip-prinsip demokrasi. Jadi itu yang saya mau tegaskan," kata Tito.
"Nanti kalau kami diundang, (draf RUU) dibahas di DPR, posisi pemerintah adalah gubernur, wakil gubernur (Jakarta) dipilih melalui pilkada rakjat, titik. Bukan lewat penunjukkan," ujar dia.
Lebih lanjut, mantan Kapolri itu menyampaikan bahwa RUU DKJ yang ada saat ini merupakan inisiatif dari DPR.
Nantinya, DPR akan mengirim surat kepada pemerintah, dalam hal ini untuk Presiden Joko Widodo.
Kemudian, Presiden akan menerbitkan surat presiden (surpres) yang berisi penunjukan menteri atau beberapa menteri yang mewakili pemerintah untuk membahas RII DKJ.
"Nah kita belum menerima surat dari DPR berikut draft RUU-nya. Kalau nanti ada, maka nanti pemerintah, Pak Presiden akan kirim surat dalam rangka menunjuk salah satunya adalah saya Mendagri. Karena ini berkaitan dengan daerah. Daerah Khusus Jakarta," ujar Tito.
"Saya akan membaca apa alasan sehingga ada ide penunjukkan gubernur dan wakil gubernur DKJ oleh presiden yang sebelumnya selama ini (dilakukan) melalui pilkada. Kita ingin melihat alasannya apa," kata dia.
Sementara Ketua Panitia Kerja (Panja) DPR terkait RUU DKJ, Achmad Baidowi membenarkan bahwa kemungkinan Pemilihan Kepala Daerah di DKI Jakarta dihilangkan setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara.
Hal ini mengacu pada draf RUU DKJ yang telah ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna.
Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ berbunyi: "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD".
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.