Perjalanan Eks Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto, Tersorot Kasus Mario Dandy dan Kini Ditahan KPK
Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya, Eko mempunyai total harta lebih dari Rp6 miliar.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto saat ini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan tersangka dugaan penerima gratifikasi senilai total Rp18 miliar.
Nama Eko Darmanto muncul setelah ramai kasus Mario Dandy Satriyo yang melakukan penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora.
Mario Dandy diketahui merupakan anak Rafael Alun Trisambodo, yang saat itu menjabat Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan II dan memiliki harta Rp56 miliar.
Baca juga: Eko Darmanto Terima Gratifikasi Lewat Keluarga hingga Perusahaan Jual Beli Harley Davidson
Oleh sebab itu, masyarakat menyoroti gaya hidup pejabat yang kerap pamer harta, satu di antaranya Eko Darmanto yang sering pamer kendaraan mewah dan gaya hidupnya di akun Instagram @eko_darmanto_bc.
Profil Eko Darmanto
Tak banyak informasi mengenai Eko Darmanto saat Tribunnews.com mengetikkan namanya di mesin pencarian Google.
Sebelum menjabat sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta, Eko pernah menjadi Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta.
Dikutip dari bcpurwakarta.beacukai.go.id, Eko Darmanto menjadi Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta pada Januari 2019.
Selama dipimpin Eko, pegawai Bea Cukai Purwakarta merasa nyaman dan aman dalam menjalankan tugas.
Ia baru menjabat sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta pada April 2022.
Sejak menjadi sorotan karena kerap pamer kemewahan di media sosial, akun Instagram Eko Darmanto, @eko_darmanto_bc, kini tak dapat diakses.
Kekayaan Eko Darmanto
Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya, Eko mempunyai total harta lebih dari Rp6 miliar.
Ia tercatatat memiliki sembilan mobil mewah yang nilai mencapai Rp2,9 miliar.
Lima dari sembilan mobil mewahnya adalah mobil lawas, seperti Jeep Willys, Chevrolet, Fargo Dodge, Chevrolet Apache, hingga Ford Bronco.
Tak hanya itu, Eko Darmanto juga mempunyai dua bidang tanah di Malang, Jawa Timur dan Jakarta Utara yang nilainya Rp12,5 miliar.
Ia juga diketahui memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp100.700.000, serta kas dan setara kas Rp 238.904.391.
Jika ditotal, jumlah harta kekayaan Eko mencapai Rp15 miliar.
Namun, jumlah itu berkurang menjadi sekitar Rp6,7 miliar lantaran Eko mempunyai utang sebesar Rp9 miliar.
Berikut rincian harta kekayaan Eko Darmanto:
I. DATA HARTA
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 12.500.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 240 m2/410 m2 di KAB / KOTA MALANG, HIBAH TANPA AKTA Rp. 2.500.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 327 m2/342 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA UTARA , HASIL SENDIRI Rp. 10.000.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 2.900.000.000
1. MOBIL, BMW SEDAN Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp. 850.000.000
2. MOBIL, MERCEDES BENZ SEDAN Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp. 600.000.000
3. MOBIL, JEEP WILLYS Tahun 1944, HASIL SENDIRI Rp. 150.000.000
4. MOBIL, CHEVROLET (BEKAS) BELL AIR Tahun 1955, HASIL SENDIRI Rp. 200.000.000
5. MOBIL, TOYOTA FORTUNER Tahun 2019, HASIL SENDIRI Rp. 400.000.000
6. MOBIL, MAZDA MAZDA 2 Tahun 2019, HASIL SENDIRI Rp. 200.000.000
7. MOBIL, FARGO (BEKAS) DODGE FARGO 1957 Tahun 1957, HASIL SENDIRI Rp. 150.000.000
8. MOBIL, CHEVROLET APACHE 1957 Tahun 1957, HASIL SENDIRI Rp. 200.000.000
9. MOBIL, FORD (BEKAS) BRONCO 1972 Tahun 1972, HASIL SENDIRI Rp. 150.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 100.700.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 238.904.391
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 15.739.604.391
III. HUTANG Rp. 9.018.740.000
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 6.720.864.391
Ditahan KPK
KPK resmi mengumumkan status tersangka Eko Darmanto (ED), pada Jumat, 8 Desember 2023, petang.
Kasus yang menyeret Eko Darmanto bermula dari temuan janggal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
KPK melalui Direktorat LHKPN menemukan ketidaksesuaian pencantuman informasi berbagai kepemilikan aset bernilai ekonomis yang diduga tidak sesuai dengan profil Eko Darmanto.
Eko Darmanto lantas ditetapkan sebagai tersangka terduga penerima gratifikasi senilai total Rp18 miliar.
Penerimaan gratifikasi belasan miliar rupiah itu diraup Eko Darmanto selama 16 tahun, sejak 2007 hingga 2023.
Atas perbuatannya, KPK menahan Eko Darmanto selama 20 hari pertama.
"Tim penyidik menahan tersangka ED untuk 20 hari pertama dimulai 8 Desember 2023 sampai dengan 27 Desember 2023 di Rutan KPK," kata Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2023).
Konstruksi Perkara
Dijelaskan, Eko Darmanto dalam jabatan dan kapasitasnya selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI dimulai dari tahun 2007.
Kurun waktu 2007 sampai dengan 2023, Eko sempat menduduki beberapa jabatan strategis, di antaranya Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I (Surabaya) dan Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai.
Dengan jabatannya tersebut, KPK menyebut Eko kemudian memanfaatkan dan memaksimalkan kewenangannya untuk menerima gratifikasi dari para pengusaha impor maupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga dari pengusaha barang kena cukai.
Tahun 2009, dimulai penerimaan aliran uang sebagai gratifikasi oleh Eko melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama dari keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan Eko.
"Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023," terang Asep.
Asep mengungkapkan bahwa untuk perusahaan yang terafiliasi dengan Eko di antaranya bergerak di bidang jual beli
motor gede Harley Davidson dan mobil antik serta yang bergerak di bidang konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.
"Menjadi bukti permulaan awal gratifikasi yang diterima ED sejumlah sekitar Rp18 miliar dan KPK terbuka untuk terus menelusuri dan mendalami aliran uangnya termasuk pula adanya perbuatan pidana lain," tandas Asep.
Atas penerimaan berbagai gratifikasi tersebut, Eko tidak pernah melaporkan KPK pada kesempatan pertama setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja.
Karena perbuatannya, Eko Darmanto disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.