Viral Pengungsi Rohingya Masuk NTT dengan KTP Palsu, DPR: Bukti Pengawasan Sangat Lemah
Komisi I DPR sesalkan temuan pengungsi Rohingya memasuki wilayah NTT pakai KTP palsu yang diduga dibuat di Kota Medan, soroti lemahnya pengawasan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani menyesalkan adanya temuan pengungsi Rohingya memasuki wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan membawa KTP palsu yang diduga dibuat di Kota Medan.
Hal itu menunjukkan pengawasan terhadap pengungsi sangat lemah termasuk kinerja birokrasi pemerintahan yang mengeluarkan KTP.
Baca juga: Pengungsi Rohingya di Aceh Jadi Tersangka TPPO, Dibayar Rp17 Juta untuk Satu Orang
Christina mendesak kasus ini diusut tuntas dan menindak tegas semua oknum yang terlibat memberikan KTP kepada warga negara asing.
"Ini sangat disesalkan, dan juga memalukan. Bukti pengawasan di tempat penampungan sangat lemah. Karena tidak semestinya mereka keluar masuk, sampai ke NTT segala, membawa KTP Medan pula," kata Christina kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/12/2023).
Hal ini menurut Christina harus menjadi perhatian serius pemerintah, tidak cukup imbauan atau penyesalan karena sudah kecolongan tetapi menjadi evaluasi serius karena bisa memiliki ekses lanjutan yang lebih rumit.
"Kalau pengawasan lemah, KTP dipermainkan, lalu itu menjadi modal mereka bekerja di Indonesia, sementara rakyat kita masih banyak yang menganggur. Dari 8 orang yang ketahuan saat ini, sangat mungkin ada yang lain. Ini harus diusut tuntas," ujar legislator Partai Golkar itu.
Dia berharap, pemerintah tegas untuk tidak lagi menerima warga Rohingnya serta melakukan pendataan berapa sebenarnya yang saat ini ada di Indonesia dan bagaimana solusinya.
"Maka itu patroli laut harus efektif dilakukan, jika ditemukan ada kapal yang mau masuk tinggal diarahkan untuk melanjutkan perjalanan dan bukan masuk ke Indonesia," pungkas Christina.
Diketahui, tim pengawasan orang asing Polres Belu, Nusa Tenggara Timur menangkap delapan pengungsi Rohingya di Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Para pengungsi ini sebelumnya berangkat dari Bangladesh menuju Malaysia. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Medan dan berakhir ke Nusa Tenggara Timur.
Saat diperiksa petugas, mereka mengaku telah tinggal di NTT selama dua pekan.
Tak hanya fasih berbahasa Indonesia para pengungsi ini memiliki KTP dengan alamat di sejumlah kabupaten di NTT.
KTP itu mereka buat di Medan dengan membayar Rp300 ribu setiap orang. Mereka mengaku memasuki Indonesia untuk mencari pekerjaan.