Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kilas Balik Tragedi Tabrakan Kereta Api Bintaro 1987, Telan Korban Ratusan Jiwa

Kecelakaan tabrakan kereta api di Cicalengka, Bandung mengingatkan pada tragedi tabrakan kereta di Bintaro, Jakarta Selatan pada 19 Oktober 1987.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Suci BangunDS
zoom-in Kilas Balik Tragedi Tabrakan Kereta Api Bintaro 1987, Telan Korban Ratusan Jiwa
KOMPAS/Rene L Patiradjawane
Tragedi Bintaro pada 1987. Kecelakaan tabrakan kereta api di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, antara KA Turangga dan KA Commuter Bandung Raya (Baraya), Jumat (5/1/2024) mengingatkan kembali pada tragedi tabrakan kereta di Bintaro, Jakarta Selatan pada 19 Oktober 1987 silam. 

TRIBUNNEWS.COM - Kecelakaan tabrakan kereta api di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, antara KA Turangga dan KA Commuter Bandung Raya (Baraya), Jumat (5/1/2024) mengingatkan kembali pada tragedi tabrakan kereta di Bintaro, Jakarta Selatan pada 19 Oktober 1987 silam.

Sama seperti tragedi Bintaro, kecelakaan kereta api di Kampung Babakan, Desa Cikuya, Cicalengka ini melibatkan 'adu banteng' dua kereta.

Kejadiannya juga terjadi pada pagi hari. Kecelakaan di Cicalengka pukul 06.03 WIB, sementara tragedi Bintaro pukul 06.45 WIB.

Kecelakaan tabrakan kereta di Bintaro 1987 terjadi tepatnya di daerah Pondok Betung Bintaro antara KA 225 Merak dan KA 220 Rangkas.

Sebanyak 156 penumpang dari kedua KA dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi itu.

Masifnya jumlah korban tewas saat itu diperparah dengan kondisi kereta dalam keadaan penuh.

Selain itu masih ada penumpang yang bergelantungan di pintu, jendela, dan lokomotif.

Baca juga: 4 Petugas KA Meninggal dalam Insiden Tabrakan Kereta di Cicalengka, 2 di Antaranya Masih Terjepit

Berita Rekomendasi

Kronologi

Dilansir Kompas, KA 220 Rangkas dengan tujuh rangkaian gerbong berangkat dari Tanah Abang menuju Merak.

Lalu dari arah berlawanan, KA 225 berangkat dari Rangkasbitung menuju Tanah Abang, juga dengan tujuh rangkaian gerbong.

Masinis dari masing-masing kereta api tidak mengetahui bahwa kereta mereka melaju di rel yang sama.

KA 225 Merak berkecepatan tinggi melaju cepat di rel lurus yang melintasi Kompleks Perumahan Bintaro Jaya, sedangkan KA 220 Rangkas melaju ke rel perlintasan Pasar Ulujami.

Tabrakan kedua kereta tidak dapat dihindari, dan terjadi di tikungan.

Tragedi Bintaro pada 1987.
Tragedi Bintaro pada 1987. (KOMPAS/Rene L Patiradjawane)

Tragedi Bintaro 1987 disebabkan oleh kelalaian petugas.

Dilansir Tribun Jabar, perjalanan kereta api tidak hanya ditentukan oleh masinis.

Sejumlah pihak lain ikut andil menentukan sebuah kereta bisa berangkat atau tidak.

Ketika kereta melintasi antar-stasiun, hak penuh ada di tangan Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA).

Sementara di dalam stasiun, ada juru langsir yang mengatur rambu kereta.

Itulah para petugas yang memiliki kewenangan di luar lokomotif.

PPKA tidak memiliki kemampuan untuk memberangkatkan kereta secara mandiri.

Ia harus bekerja sama dengan dua atau tiga stasiun berikutnya untuk memastikan apakah jalur yang akan dilewati aman.

Tragedi Bintaro bermula dari kesalahan Kepala Stasiun Serpong saat memberangkatkan KA 225 dengan tujuan Jakarta Kota.

KA 225 kemudian berangkat ke Sudimara tanpa memeriksa kondisi di stasiun. Akibatnya, tiga jalur kereta yang ada di Stasiun Sudimara penuh.

Sebaliknya, KA 220 juga diberangkatkan menuju Sudimara dari Stasiun Kebayoran.

KA 220 dan KA 225 memiliki jalur yang berlawanan.

Karena keadaan ini, juru langsir di Sudimara harus segera memindahkan lokomotif KA 225 menuju jalur tiga.

Masinis tidak dapat melihat semboyan dari juru langsir karena jalur kereta sangat padat.

KA 225, yang seharusnya pindah rel, tiba-tiba berangkat.

Semboyan 35 pun dilakukan. Yaitu semboyan suara yang dilakukan dengan cara masinis membunyikan klakson lokomotif secara panjang untuk menjawab kepada kondektur kereta api dan PPKA bahwa kereta api sudah siap untuk diberangkatkan.

Untuk memberi tahu kondektur kereta api dan PPKA bahwa kereta api sudah siap untuk diberangkatkan, masinis membunyikan suling (terompet atau klakson) lokomotif secara panjang.

Upaya yang dilakukan oleh juru langsir dan PPKA untuk menghentikan laju KA 225 tidak berhasil.

Di Desa Pondok Betung, kereta api tujuh gerbong bertemu KA 220.

Pukul 06.45 WIB, dua kereta api bertabrakan.

Setelah dilakukan pemeriksaan, beberapa petugas stasiun dan masinis kereta dijatuhi hukuman atas kelalaian mereka.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Mengenang Tragedi Bintaro 1987, Kecelakaan Kereta Api Paling Mematikan dalam Sejarah Indonesia.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Harian Kompas) (TribunJabar.id)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas