Sikap PP Muhammadiyah Terhadap Pengungsi Rohingya di Indonesia: Ranah Kemanusiaan
Pernyataan sikap PP Muhammadiyah terkait pengungsi Rohingya di Indonesia yang menuai pro-kontra di masyarakat.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan sikap terkait pengungsi Rohingya di Indonesia yang menuai pro-kontra di masyarakat.
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution, mengatakan Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Pengungsi.
Ratifikasi artinya bentuk pengesahan perjanjian internasional di mana negara yang mengesahkan turut menandatangani naskah perjanjian tersebut.
"Dengan demikian, Indonesia belum menjadi negara pihak yang harus menerima pengungsi pencari suaka. Tapi, sisi lain adalah fakta bahwa Indonesia kedatangan pengungsi, dan penerimaan Indonesia dalam konteks demi kemanusiaan," ungkap Maneger kepada Tribunnews.com, Sabtu (13/1/2024).
Maneger mengatakan, perlindungan terhadap pengungsi diatur dalam Konvensi 1951 tentang Pengungsi dan Protokol 1967.
"Konvensi tersebut adalah sebuah perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi, dan menetapkan hak-hak individual untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan suaka."
"Konvensi tersebut juga menetapkan orang-orang yang tidak memenuhi kriteria pengungsi, seperti penjahat perang," jelasnya.
Selain itu, konvensi tersebut menyediakan hak perjalanan bebas visa untuk pemenang dokumen perjalanan yang dikeluarkan berdasarkan konvensi tersebut.
"Konvensi tersebut didasarkan atas Artikel 14 Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal 1948, yang mengakui hak-hak orang yang mencari suaka untuk menghindari penindasan di negara-negara lainnya. Seorang pengungsi dapat menikmati hak-hak dan keuntungan di sebuah negara selain negara-negara yang bersedia dalam Konvensi tersebut," urainya.
Ranah Kemanusiaan
Maneger yang juga merupakan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu mengatakan setidaknya ada empat alasan Indonesia tidak meratifikasi Konvensi 1951.
Baca juga: Mengenal Siapa Itu Pengungsi Rohingya hingga Alasan Mereka Diterima di Indonesia
Pertama, soal geografis, di mana pintu masuk di Indonesia terlalu banyak jadi agak sulit menjaga masuknya pengungsi dari berbagai negara.
Kedua, kapasitas Indonesia menjaga perbatasan akan sangat terbatas.
Ketiga, pertimbangan parameter. Indonesia memiliki parameter sebelum meratifikasi perjanjian.
Parameter itu yakni aman secara politis, keamanan, yuridis dan teknis. Konvensi 1951 saat itu dinilai belum memenuhi atau aman dari keempat parameter itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.