Yusril Soal Firli Bahuri Kembali Ajukan Praperadilan: Untuk Uji Alat Bukti Terkait Status Tersangka
Yusril Ihza Mahendra angkat bicara soal eks Ketua KPK, Firli Bahuri yang kembali mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka kasus pemerasan
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra angkat bicara soal eks Ketua KPK, Firli Bahuri yang kembali mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka kasus pemerasan.
Yusril yang juga merupakan saksi meringankan untuk Firli Bahuri ini mengatakan pengajuan gugatan praperadilan yang kedua merupakan hak yang harus dihormati.
Apalagi, kata Yusril, dalam praperadilan pertama, majelis hakim bukan menolak melainkan tidak dapat menerima gugatan tersebut.
"Ya. Itu adalah hak Pak Firli yang harus kita hormati dalam sebuah negara hukum. Putusan praperadilan sebelumnya bukan menolak permohonan beliau, tetapi hakim menyatakan N.O (niet onvanklijke verklraard) artinya permohonan "tidak dapat diterima," kata Yusril saat dihubungi, Selasa (23/1/2024).
Menurutnya, gugatan praperadilan merupakan sidang untuk menguji apakah prosedur penyelidikan dan penyidikan yang dikakukan penyidik sesuai dengan KUHAP dan Putusan MK No 21/PUU-XII/2014 atau tidak.
Baca juga: Yusril Minta Kasus Firli Bahuri Dihentikan, Ini Respon Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto
"Terutama, apakah adanya 'dua alat bukti permulaan yang cukup' sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP dan Putusan MK di atas terpenuhi atau tidak dalam menetapkan Firli sebagai tersangka," ungkapnya.
Yusril mengatakan alat bukti dalam menentukan status hukum seseorang dipandang perlu dengan tidak yang nantinya akan dijadikan hakim untuk memutus bahwa dakwaan memang terbukti.
Bukti yang dimaksud bukan hanya keterangan saksi-saksi atas perkara tersebut.
Baca juga: Yusril Khawatir Kasus Firli Bahuri Picu Konflik Antara KPK dan Polri yang Bisa Ganggu Pemilu 2024
Apalagi, jika keterangan saksi tidak ada yang mengarah ke dalam persangkaan dalam hal ini yakni dugaan pemerasan atau gratifikasi.
Hal ini termasuk bukti surat dan foto yang menunjukkan pertemuan antara Firli Bahuri dan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang viral belakangan ini.
"Foto itu juga tidak dapat menerangkan salah seorang menyerahkan benda atau uang kepada yang lain sebagai gratifikasi. Kalau tidak bisa menerangkan apa-apa, maka surat dan foto seperti itu tidak dapat dikatakan sebagai salah satu dari dua alat bukti permulaan yang cukup," tuturnya.
Di sisi lain, Yusril mengatakan dalam menentukan dua alat bukti permulaan harus hati-hati agar tidak menimbulkan penderitaaan bagi orang yang dituduh.
"Karena itu, hakim bisa menguji apakah penyidik Polda Metro Jaya benar-benar memiliki minimal dua alat bukti yang cukup dalam menetapkan Firli sebagai tersangka pemerasan dan gratifikasi atau tidak, hakim melakukan "external control" terhadap polisi, apakah keputusannya menetapkan Firli menjadi tersangka sesuai KUHAP dan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 atau tidak. Kalau tidak," jelasnya.
Lebih lanjut, nantinya hakim yang akan punya wewenang dalam menyatakan penetapan tersangka itu tidak sah dengan segala akibat hukumnya termasuk tidak sahnya penggeledahan, penyitaan dan penahanan terhadap seseorang.
"Jadi, secara prinsip kedudukan antara penyidik sebagai aparat penegak hukum dengan seseorang yang dijadikan sebagai tersangka itu adalah seimbang dan sejajar. Hukum harus ditegakkan dengan adil, bukan dengan kesewenang-wenangan," ungkapnya.
Sekadar informasi Firli Bahuri kembali mengajukan praperadilan atas kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Praperadilan itu diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan telah ditetapkan persidangan perdananya pada pekan depan, yakni Selasa (30/1/2024).