Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gugatan UU Kejaksaan, Pemohon Ungkit Cerita Johanis Tanak Pernah Dipanggil Jaksa Agung

Dalam argumen permohonannya, pemohon mengungkit kisah Eks Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Johanis Tanak yang kini menjadi Pimpinan KPK.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Gugatan UU Kejaksaan, Pemohon Ungkit Cerita Johanis Tanak Pernah Dipanggil Jaksa Agung
Tribunnews.com/Dany Permana
Gedung Kejaksaan Agung RI. Seorang jaksa menggugak UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi. 

"Johanis Tanak lebih lanjut berkata; Saya tinggal minta petunjuk saja ke bapak, saya katakan siap, bapak perintahkan saya hentikan, saya hentikan. Bapak perintahkan tidak ditahan, saya tidak tahan, karena bapak pimpinan tertinggi di Kejaksaan yang melaksanakan tugas-tugas Kejaksaan, kami hanya pelaksanaan," kata Jovi, menceritakan pertemuan Tanak dengan Prasetyo dalam dokumen permohonannya.

Namun, saat itu Tanak menyarankan agar Prasetyo menggunakan momentum tersebut untuk membuktikan bahwa dia tak membawa kepentingan parpol.

Bukan sebaliknya, memberi arahan untuk melepaskan Bandjela yang notabene merupakan kader parpol yang pernah menaungi Prasetyo.

"Ketika itu saya sampaikan, ketika bapak diangkat dan dilantik Jaksa Agung, bapak ini tidak layak menurut media, tidak layak jadi Jaksa Agung karena bapak diangkat, diusung dari golongan parpol Bapak, yaitu NasDem. Mungkin ini momen yang tepat untuk bapak buktikan karena ini dari golongan partai politik."

Dari cerita itulah pemohon berpandangan pentingnya Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tafsir konstitusional bersyarat terhadap Pasal 20 Undang-Undang Kejaksaan.

Hal itu dimaksudkan untuk menutup celah bagi seseorang yang terfiliasi dengan parpol untuk menjadi Jaksa Agung.

"Terdapat urgensi bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berdasarkan penjelasan tersebut untuk memberikan tafsir konstitusional bersyarat terhadap Pasal 20 UU Kejaksaan, yaitu harus adanya syarat yang membatasi bahkan menutup kesempatan bagi seorang yang sedang atau pernah terdaftar sebagai anggota partai politik untuk diangkat menjadi Jaksa Agung," katanya.

Berita Rekomendasi

Berikut merupakan bunyi Pasal 20 Undang-Undang Kejaksaan yang dimohonkan uji materiil;

Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia;
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. Berijazah paling rendah Sarjana Hukum;
e. Sehat jasmani dan rohani; dan f. Berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela

Dalam petitumnya, pemohon ingin agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

"PEMOHON memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar berkenan memberikan atau mengeluarkan putusan Menyatakan bahwa Pasal 20 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar pemohon.

Alasannya, pasal tersebut tidak mencantumkan ketentuan agar Jaksa Agung yang dipilih tak terafiliasi parpol.

Menurut Jovi, pasal tersebut mesti diisi dengan poin tambahan mengenai larangan calon Jaksa Agung terafiliasi parpol.

"Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak mencakup juga syarat: Tidak sedang terdaftar sebagai anggota partai politik atau setidak-tidaknya telah 5 (lima) tahun keluar dari keanggotaan partai politik baik diberhentikan maupun mengundurkan diri."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas