Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tentramnya Pedagang Tempe Miliki Rumah Sendiri Berkat KPR BTN: Hati Senang, Keuntungan Terus Datang

Dengan jualan tempe sejak puluhan tahun ini, Suratini bangga bisa membeli rumah pertamanya di Turen Asri, Sukoharjo pada 2014 melalui KPR BTN Syariah.

Penulis: Imam Saputro
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Tentramnya Pedagang Tempe Miliki Rumah Sendiri Berkat KPR BTN: Hati Senang, Keuntungan Terus Datang
TribunSolo/Imam Saputro
Lapak Suratini di Pasar Harjodaksino Solo, ia berjualan di bawah payung besar yang digunakan untuk dua pedagang. 

Sang Pedagang Tempe bisa Beli Rumah Kedua

Sebelum rumah pertama dinyatakan lunas, Suratini bahkan bisa membeli rumah kedua di kawasan yang sama.

“Jadi ada tetangga yang mau dijual, selisih dua rumah dari saya, saya tanyakan ke BTN ternyata bisa kredit lagi, jadi ya akhirnya lewat BTN juga yang cicilannya murah,” kata dia.

Suratini menganggap rumah jadi simpanan untuk masa depan selain tabungan uang di bank.

“Saya mudeng e rumah kan bisa dikontrak-e, sudah setahun belakangan sudah dikontrak orang, kan juga bisa anak saya di masa depan,” kata ibu empat anak ini.

“Kunci agar bisa punya rumah sendiri ya niat dan mulai menabung mulai dikit-dikit, nanti dimudahkan sama Allah, sama milih bank yang cicilannya murah,” pesan Suratini.

Di tahun 2024 ini, sang pedagang tempe tinggal melunasi rumah keduanya dengan cicilan yang juga ringan.

Berita Rekomendasi

"Tinggal 3 atau 4 tahun lagi rumah kedua lunas, cicilannya sejuta lebih sedikit, karena kan rumah kedua sudah tidak subsidi," ujar Suratini.

BTN Siap Bantu Semua Lapisan Masyarakat Miliki Rumah Impiannya

Consumer Financing Service BTN Syariah Solo, Ratri Asih mengatakan BTN membuka kesempatan bagi siapapun untuk bisa memiliki rumah impiannya.

“Kami prinsipnya bisa membantu siapaun untuk memiliki rumah, sepanjang memenuhi standar dari bank, syaratnya mudah kok, tidak memberatkan atau rumit,” kata Ratri ketika ditemui Tribunnews.com, Jumat 16 Februari 2024.

BTN kata dia, tidak membedakan pegawai kantoran ataupun wirausaha dalam membantu masyarakat memiliki rumah impiannya.

Ratri membeberkan, untuk pengajuan KPR calon nasabah hanya diminta untuk mengumpulkan identitas diri berupa KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga) dan NPWP( Nomor Pokok Wajib Pajak).

“Kemudian ada data penghasilan seperti surat keterangan pegawai, rekening koran, kalau pengusaha atau pedagang seperti Ibu Suratini nanti ada tim dari bank untuk kunjungan ke tempat usahanya,” jelasnya.

Untuk skema kredit, BTN Syariah menyediakan ruang untuk berdiskusi dengan nasabah.

"Kita membuka ruang untuk banding, misal skema pertama cicilannya terlalu berat, bisa kita hitungkan ulang agar lebih ringan, atau sebaliknya, jadi bank dan nasabah sama-sama enak," kata Ratri.

Dari proses pengajuan KPR hingga akad jual beli, tambah Ratri, hanya membutuhkan waktu sekitar 45 hari saja.

“Kalau berkas lengkap, sebulan sampai sebulan setengah sudah akad, dan segera bisa menempati rumah baru” kata dia.

BTN Rangkul Pekerja Informal Wujudkan Rumah Impian

Penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) ke pekerja di sektor informal menjadi gebrakan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) di usia ke-74 tahun yang dirayakan pada 9 Februari 2024.

Selain untuk memperbesar pangsa pasar di segmen mikro, program ini juga membantu pemerintah dalam menekan angka backlog perumahan.

Sektor informal menjadi perhatian khusus karena jumlahnya signifikan dalam populasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum memiliki rumah layak huni.

Mereka selama ini kurang terlayani karena dianggap tidak bankable. 

Padahal, mereka sejatinya punya penghasilan rutin meski tidak tetap (fluktuatif).

Di sisi lain, produk KPR rata rata bertenor panjang hingga di atas 20 tahun.

Nilai kreditnya juga tidak kecil, mengikuti harga rumah yang menjadi objek kredit.

Bank karena itu lebih memilih debitur dari pekerja sektor formal dengan penghasilan rutin untuk memastikan KPR nya tidak macet di tengah jalan.

“Skema KPR dan profil calon debitur seperti tidak ketemu. Tapi, sebagai bankir, kita harus berani melakukan terobosan," kata Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu, pekan lalu dikutip dari Tribunnews.com.

Dia mengatakan, tanpa komitmen dan keberpihakan, calon debitur dari segmen informal ini sampai kapan pun bakal sulit mendapatkan KPR.

Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu
Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu (HO)

"Sementara jumlah mereka tidak sedikit dan menjadi penyumbang tingginya jumlah penduduk yang belum punya rumah. Di sinilah kami mengambil peran tapi dengan tetap menjalankan manajemen risiko secara hati hati,” ujarnya.

Sektor informal yang dilayani BTN memiliki profil yang beragam, mulai dari pengemudi ojek online, paguyuban pedagang pasar, pelaku UMKM, merbot masjid hingga komunitas tukang cukur.

Mereka ini disebut pekerja sektor informal karena bukan hidup dari gaji yang nilainya selalu stabil serta serba pasti.

“Mereka ini sejatinya punya penghasilan yang cukup meski tidak tetap seperti pekerja kantoran. Artinya, mereka mampu mengangsur dan layak mendapatkan KPR asal skemanya tepat,” katanya.

BTN dalam lima tahun terakhir telah menyalurkan KPR ke sektor informal sebanyak sekitar 133.000 unit atau senilai sekitar Rp22 triliun.

Jika mengacu pada data sejak BTN dipercaya sebagai bank panyalur KPR pertama kalinya pada Desember 1976 atau 47 tahun lalu, maka angkanya lebih besar lagi.

Perseroan sejak 47 tahun lalu telah menyalurkan KPR ke sektor informal sekitar 410.000 unit atau senilai sekitar Rp52 triliun.

“Untuk pembiayaan rumah khususnya rumah subsidi sekitar 93 persen dinikmati oleh pekerja formal, sedangkan sektor informal baru 7 persen. Untuk itu BTN terus mencari skema yang bisa mempermudah pekerja informal bisa menikmati pembiayaan dari BTN,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Segara Institut Piter Abdullah mengapresiasi keberpihakan sekaligus keberanian BTN menyalurkan KPR bertenor panjang ke sektor informal.

“Ketika BTN memutuskan menyalurkan KPR ke segmen bankable tapi undeserved ini, manajemen tentu telah menganalisis potensi risiko sehati-hati mungkin. Terutama risiko gagal bayar yang berujung pada kenaikan non performing loan (NPL),” kata Piter

Bagaimanapun, Piter menambahkan, program populis tidak boleh menjadi beban di kemudian hari hanya karena tidak cermat melakukan kajian.

“Saya selalu percaya, program populis yang baik adalah program yang bisa diimplementasikan, berhasil dan dapat menciptakan perubahan,” katanya.

Selain risiko, Piter melihat ada tiga benefit bagi BTN dari keberaniannya menyalurkan KPR ke abang gojek dan pedagang pasar. 

Satu, diversifikasi target pasar.Dua, potensi dana murah (current account and saving account/CASA). Tiga, pintu masuk BTN menggarap pasar kredit mikro.

Piter menjelaskan pangsa pasar utama KPR bersubsidi adalah segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Mereka ini menjadi target utama penurunan angka backlog perumahan dan masuk dalam program sejuta rumah rakyat.

“Pada konteks ini, improvisasi BBTN menyalurkan KPR bersubsidi ke abang Gojek dan pedagang pasar bisa dinilai sebagai extra effort menekan angka backlog,” katanya.

Apabila penyaluran KPR bersubsidi ke abang Gojek dan pedagang pasar terus meningkat, BTN segera mendapatkan benefit kedua.

Yakni pertumbuhan jumlah nasabah (number of account/NOA) dan porsi dana murah. 

Dan sangat mungkin para debitur ini akan menjadikan BTN sebagai bank utama penopang transaksi harian.

“Dari sisi nilai simpanan yang mengendap mungkin tidak terlalu besar, tapi pedagang pasar dan abang gojek aktif bertransaksi. Hal ini juga menjadi peluang untuk meningkatkan fee based income,” ujarnya.

Selain dua benefit di atas, ada satu dampak positif lain yang justru lebih substansial dari improvisasi BBTN ke sektor informal yakni ekspansi ke kredit mikro.

KPR bersubsidi ini merupakan pintu masuk BTN untuk menyalurkan kredit produktif ke para pedagang pasar dan pelaku UMKM.

BTN bisa menjadikan kepatuhan debitur dalam mengangsur sebagai pertimbangan pemberian kredit modal kerja. 

Jika abang gojek dan pedagang pasar menjadikan BTN sebagai rekening utama, akan lebih baik lagi.

Aktivitas transaksi dan saldo mengendap akan menjadi track record sekaligus pengukuran profil risiko secara lebih presisi.

“Jadi, penilaian kelayakan kredit bisa lebih efektif dan akurat,” katanya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas