Pengamat : Tak Boleh Ada Lagi Pembahasan Ambang Batas Parlemen
Dihapuskannya ambang batas parlemen itu agar tidak ada suara masyarakat yang hilang di pemilihan umum.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menyambut baik aturan Parliamentary Threshold 4 persen atau ambang batas parlemen bagi partai politik bisa masuk ke senayan kini telah dihapus.
Menurutnya hal itu juga jadi kabar baik untuk masyarakat sipil yang terus berupaya menggugat di MK. Untuk menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden.
“Pada akhirnya kita melihat suatu putusan MK yang ditolak berulang-ulang itu bisa dikabulkan kembali. Ini penting untuk kawan-kawan yang terus memperjuangkan agar Presidential Threshold dihapus,” kata Ray kepada Tribunnews.com di Jakarta Timur, Senin (4/3/2024).
Atas hal itu Direktur Lingkar Madani ini meminta agar tak ada lagi pembahasan terkait ambang batas tersebut.
“Artinya tidak boleh ada lagi pembahasan terkait dengan perolehan suara partai politik. Misalnya di bawah 4 persen, 3% atau lebih, tidak boleh,” tegasnya,
Baca juga: Ray Rangkuti: Kalau Ada Tim Transisi Berarti Ada Masalah di Internal Prabowo-Gibran
Menurutnya dihapuskannya ambang batas parlemen itu agar tidak ada suara masyarakat yang hilang di pemilihan umum.
“Jadi setiap kursi di DPR bisa diisi meski hanya satu kursi. Nanti baru ada fraksi gabungan diatur bukan persentase perolehan suara tetapi persentase kursi di DPR dalam konteks pembuatan fraksi,” tegasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen 4 persen.
Gugatan pengujian Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, selaku pemohon.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Mahkamah menyatakan, norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indinesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024.
Sementara, Pasal tersebut konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
"(Konstitusional bersyarat di Pemilu 2029 dan berikutnya) sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," ucap Suhartoyo.
Sehingga, dengan berlakunya putusan ini sejak dibacakan, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain, yaitu:
1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan
2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas paremen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR
3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik
4. Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029
5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.