Respons Golkar Soal Usulan Ambang Batas 7 Persen: Kami Lihat Pembahasan RUU Pemilu 2029
Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono merespons usulan ambang batas parlemen 7 persen.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono merespons usulan ambang batas parlemen 7 persen.
Dave menyoroti sejak pemilu 2004, ambang batas parliamentary threshold (PT) selalu dinaikkan. Terakhir di pemilu 2014.
Ia menambahkan, DPR sempat berencana untuk menaikkan persentase ambang batas parlemen di pemilu 2019, namun pembahasannya tak dilanjutkan.
Terkait usulan PT 7 persen, Dave mengatakan, agar melihat pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Pemilu 2029 mendatang.
"Kita lihat di pembahasan untuk RUU Pemilu 2029, kemana arah kesepakatan fraksi-fraksi nantinya," kata Dave, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Jumat (8/3/2024).
Sementara itu, kata Dave, belum ada pembahasan mengenai sikap Partai Golkar terkait angka persentase ambang batas parlemen yang harus diubah sebelum Pemilu 2029, sesuai amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 116.
Terlebih, menurutnya, Pemilu 2024 saja belum sepenuhnya usai dilaksanakan.
"Belum ada pembahasan atau arahan ya mengenai itu, proses pemilu 2024 saja belum selesai," ucap Dave.
"Jadi kita rampungkan dahulu, lalu kita lihat apa saja yang menjadi kendala demi memperbaiki kedepannya," tutur Dave.
Sebelumnya, usulan angka 7 persen itu diungkapkan Ketua DPP Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto.
Hal itu disampaikan Sugeng menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta mengubah ambang batas parlemen yang saat ini di angka 4 persen.
Sugeng mengaku, tak sepakat ambang batas parlemen diubah dari 4 persen.
Sugeng menyebutkan, bahwa partainya justru ingin agar ambang batas parlemen bisa di angka 7 persen untuk membatasi munculnya terlalu banyak parpol.
Baca juga: PSI Tolak Ide Nasdem Ambang Batas Parlemen Jadi 7 Persen: Upaya Pengukuhan Partai Besar di Parlemen
"Ambang batas parlemen diperlukan agar ketertiban suara di DPR lebih terfokus dan tidak menjadi ajang kekuasaan Parpol, 7 persen angka yang rasional, agar parlemen diisi oleh dominasi dukungan publik," kata Dedi dihubungi Kamis (7/3/2024).
Menurutnya dibandingkan menghapus ambang batas parlemen, lebih baik menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold 20 persen.
"Berbeda halnya dengan presiden, justru yang perlu dihapus adalah ambang batas presiden. Hal ini karena presiden mewakili langsung publik, sementara parlemen tidak, mereka mewakili parpol," tegasnya.