Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kritik Perbedaan Sikap Ketua MK, Bivitri: Leadership Suhartoyo Lebih Baik dari Anwar Usman

Perubahan pimpinan Mahkamah Konstitusi dari Anwar Usman digantikan Suhartoyo juga dinilai memberi harapan baru.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kritik Perbedaan Sikap Ketua MK, Bivitri: Leadership Suhartoyo Lebih Baik dari Anwar Usman
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti dalam diskusi bertema 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?' di Jakarta Selatan pada Jumat (29/3/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai perubahan komposisi jajaran hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan harapan baru bagi publik untuk mendapatkan keadilan, utamanya dalam konteks perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

Hal itu disampaikan Bivitri dalam diskusi bertema 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?' di Jakarta Selatan pada Jumat (29/3/2024).

Seperti diketahui, jajaran hakim MK PHPU diisi oleh Ketua MK Hakim Suhartoyo dan Wakil Ketua MK Saldi Isra.

Kemudian ada Hakim Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, M Guntur Hamzah, Arsul Sani, Ridwan Mansyur, dan Daniel Yusmic P Foekh.

Bivitri menyoroti perubahan konstelasi jajaran hakim MK, ditandai dengan masuknya Hakim Arsul Sani menggantikan Wahiduddin Adams dan Hakim Ridwan Mansyur menggantikan Manahan MP Sitompul.

Ia menilai hal ini akan berdampak pada perubahan sikap peradilan norma tersebut ke arah yang lebih positif.

Baca juga: Anwar Usman Kembali Diputus Langgar Etik, Pakar Hukum Ungkap Perbedaan Objek Hukum

Berita Rekomendasi

Hal ini tak bisa dilepaskan dari pendapat sejumlah pengamat mengenai sempat turunnya kepercayaan masyarakat terhadap MK pascaputusan 90/PUU-XXI/2023 yang mengandung konflik kepentingan antara Gibran Rakabumingraka dengan Ketua Mahkamah Konstitusi terdahulu, Anwar Usman.

"Saya masih percaya (MK) karena ada perubahan konstelasi. Selain mereka berdelapan, bahwa Pak Anwar enggak ikut, tapi delapan itu kan ada dua hakim baru, ada Pak Ridwan Mansyur yang menggantikan Manahan Sitompul dan Arsul Sani yang menggantikan Wahiduddin Adams," ungkap Bivitri, di Jakarta.

"Saya bukan bilang mereka berdua (Arsul Sani dan Ridwan Mansyur) itu superhero. Tapi di mana pun misalnya kita satu kelompok, ada orang baru yang masuk, dekat sekali dengan Feri (Amsari) misalnya, kita langsung ubah konstelasinya. Poin saya di situ," sambungnya.

"Bukannya Arsul Sani dan Ridwan 1000 persen integritasnya teruji, bukan begitu. tapi saya mau baca dari konstelasi yang akan berubah."

Selain itu, kata Bivitri, perubahan pimpinan Mahkamah Konstitusi dari Anwar Usman digantikan Suhartoyo juga dinilai memberi harapan baru untuk masyarakat mendapatkan keadilan.

Ia menilai ada perbedaan sikap leadership atau kepemimpinan antara Suhartoyo dan Anwar Usman.

"Plus yang positif adalah ketuanya yang sekarang, Pak Suhartoyo itu seseorang yang kalau kami pelajari leadership-nya jauh lebih baik daripada Pak Anwar Usman. jadi mmg dari dulu leadership-nya Pak Anwar itu sering dipertanyakan ya, pasti paham kan," ucap Bivitri.

"Kurang lebih Pak Anwar Usman dari dulu kritiknya begitu dan Pak Suhartoyo sangat berbeda," tambahnya.

Sehingga, menurutnya, melalui kepemimpinan Suhartoyo saat ini, MK lebih berkemungkinan membuat putusan yang progresif terkait perkara PHPU.

"Nah jadi, bisa jadi dengan kepemimpinan Pak Suhartoyo dan Pak Saldi Isra, mereka lebih punya kemampuan untuk membuat putusan yang progresif, apalagi ada catatan yang baru, TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), pilkada yang di Boven Digoel dan Sabu Raijua itu yang membuat saya masih percaya plus semangat untuk (MK dapat) mengembalikan legitimasi," jelasnya.

Meski demikian ia mengatakan di tengah adanya kepercayaan itu, publik juga tetap perlu bersikap kritis terhadap MK.

Sebelumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman kembali dinyatakan melanggar kode etik dan perilaku hakim.

Ini adalah kali kedua Anwar Usman dinyatakan melanggar kode etik oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Tepatnya kode etik yang tertuang dalam prinsip Kepantasan dan Kesopanan butir penerapan angka 1 (satu) dan angka 2 (dua) Sapta Karsa Hutama.

Ada dua pelanggaran etik yang Anwar Usman perbuat kali ini.

Pertama, MKMK menilai konferensi pers yang dilakukan Anwar Usman seusai dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK menunjukkan sikap hakim konstitusi itu tidak menerima putusan etik yang dijatuhkan terhadapnya.

Kedua, MKMK menyoroti gugatan Anwar Usman kepada Ketua MK penggantinya, Suhartoyo di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Gugatan Anwar Usman ke PTUN tersebut juga menunjukkan bahwa ia tak mau menerima putusan MKMK sebelumnya.

Hal tersebut diungkap oleh Anggota MKMK Yuliandri dalam persidangan pada Kamis (28/3/2024).

"Soal gugatan Anwar Usman ke PTUN menunjukkan dia tidak menerima putusan etik."

"Sikap tidak dapat menerima putusan (MKMK adhoc) patut diduga merupakan pelanggaran etik," ungkap Yuliandri.

Bagi MKMK sanksi etik merupakan panduan moral, bukan untuk memberi efek jera seperti pemidanaan.

Untuk itu sikap Anwar Usman yang menyampaikan bantahan itu dinilai MKMK sebagai bentuk pelanggaran etik baru.

Kemudian sikap Anwar Usman yang menggugat putusan MKMK atas pelanggaran etiknya ke PTUN dinilai berdampak pada turunnya citra MK.

Melansir Kompas.com, setelah kembali dinyatakan melanggar etik, Anwar Usman pun diberikan sanksi hukuman berupa terguran tertulis oleh MKMK.

Sebagai informasi, laporan etik terhadap Anwar Usman diajukan oleh tiga pihak berbeda, yakni advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, Harjo Winoto (Firma Hukum Rahnoto & Rekan), dan Alvon Pratama Sitorus & Junaldi Malaul.

Sementara itu, putusan dibacakan oleh majelis hakim MKMK, yakni Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, serta dua anggota, yakni Yuliandri dan Ridwan Mansyur.

Sebelumnya Anwar Usman telah dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK pada November 2023 lalu.

Anwar juga dinyatakan melanggar etik, sebagaimana tertuang dalam Putusan MKMK Nomor 2 Tahun 2023.

Adik Ipar Presiden Jokowi itu dianggap melanggar etik karena ikut memutus perkara yang membuat ponakannya Gibran Rakabuming Raka, bisa memenuhi syarat usia sebagai cawapres.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas