Eks Kabasarnas Henri Alfiandi Ambil Keputusan Ajukan Eksepsi Dalam Waktu Kurang Dari 20 Detik
Eks Kabasarnas Henri Alfiandi mengajukan keberatan atas dakwaan yang dibacakan oditur militer terkait korupsi di lingkungan Basarnas.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi di lingkungan Basarnas, eks Kepala Basarnas Marsdya TNI (Purn) Henri Alfiandi tegak berdiri mendengarkan dakwaan yang dibacakan Oditur Militer dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II-08 Jakarta pada Senin (1/4/2024).
Hakim Ketua Letjen TNI Adeng kemudian mempersilakan Henri duduk di sela-sela pembacaan surat dakwaan.
Henri kemudian duduk dan lanjut menyimak dakwaan yang dibacakan.
Usai surat dakwaan rampung dibacakan, Hakim Hakim Ketua Letjen TNI Adeng meminta Henri berdiri dan bertanya.
"Apakah saudara mengerti?" tanya Adeng di ruang sidang.
"Mengerti," jawab Henri.
Baca juga: Tiga Penyuap Eks Kabasarnas Henri Alfiandi Divonis Rata-rata Dua Tahun Penjara
"Kalau terdakwa mengerti atas surat dakwaan tersebut apakah saudara akan mengajukan keberatan atau eksepsi?" tanya Adeng.
"Siap. Mengajukan," jawab Henri mantap.
"Karena terdakwa sudah didampingi penasehat hukum, silakan berkonsultasi dulu dengan penasehst hukum saudara. Silakan," kata Adeng.
Tercatat setelah selama 19 detik berkonsultasi dengan tim penasehat hukumnya yang terdiri dari personel Babinkum TNI dan pengacara sipil, Henri mantap menyatakan akan mengajukan eksepsi.
"Siap, kami mengajukan (eksepsi) pada tanggal 22 April," kata Henri mantap.
Baca juga: Eks Kabasarnas Henri Alfiandi Ungkap Penggunaan Uang Belanja Modal Basarnas untuk Dana Komando
"Kalau akan mengajukan ekesepsi kita akan menentukan waktu yang diberikan kepada penasehat hukum untuk menyusun dan menyampaikannya, kapan kira-kira begitu ya," jawab Adeng.
"Jadi karena minggu ini mungkin minggu terakhir kita akan melaksanakan dinas sebelum cuti bersama Idulfitri ya. Maka kita agendakan pembacaan eksepsi dari tim penasehat hukum terdakwa. Dari penasehat hukum mengajukan usul 22 April ya. Dari Oditur apakah ada tanggapan terkait dengan waktu?" Lanjut Adeng.
Oditur Militer kemudian menyetujui tanggal tersebut.
Pembacaan eksepsi dari tim penasehat hukum terdakwa disepakati dibacakan pada Senin (22/4/2024).
Henri kemudian dibawa ke luar ruang sidang atas perintah Adeng.
Sidang kemudian ditunda hingga Senin (22/4/2024) dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa.
Usai sidang, penasehat hukum Henri, Muhammad Adrian Zulfikar mengatakan sejumlah hal yang akan disampaikan dalam eksepsi di antaranya adalah perihal inkonsistensi dalam surat dakwaan.
Inkonsistensi yang dimaksud adalah perbedaan jumlah uang Dako yang diterima Henri dalam surat dakwaan.
Menurutnya dalam dakwaan pertama yakni pasal 12 a UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Henri dinyatakan menerima Rp7,8 miliar.
Namun pada dakwaan kedua yakni Pasal 12 b UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan ketiga yaitu Pasal 11 UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Henri dinyatakan menerima Rp8,6 miliar.
Kedua, lanjut Adrian, pihaknya mempertanyakan proyek sumber Dana Komando yang berbeda-beda di dalam dakwaan.
"Ketiga, kami tidak melihat cara-caranya. Pasal yang didakwakan ini kan pasal yang memang ada hadiah atau janji kemudian pejabat ini bergerak. Itu cara-cara tidak tersurat, tidak kami lihat dalam surat dakwaan tersebut," kata dia.
"Sehingga menurut kami alangkah baiknya jika memang nantinya bisa diperbaiki surat dakwaan. Biar lebih clear persidangan arahnya ke mana," sambung dia.
Sebelumnya, dalam dakwaan yang dibacakan Oditur Militer Laksdya TNI Wensuslaus Kapo, Henri didakwa menerima suap dengan sandi Dana Komando senilai total sekira Rp 8,6 miliar dari dua pengusaha swasta.
Oditur Militer Tinggi mendakwa dia menerima suap tersebut dari (saksi 9) Direktur Utama CV Pandu Aksara dan PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil dan (saksi 10) Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati dan PT Bina Putera Sejati atau Sejati Grup Mulsunadi Gunawan.
Ia didakwa menerima suap tersebut sejak menjabat sebagai Kepala Basarnas pada Februari 2021 sampai tahun 2023 terkait sejumlah proyek di antaranya pengadaan pendeteksi korban reruntuhan hingga pengadaan robot (ROV) untuk KN SAR Ganesha.
"Bahwa total Dana Komando yang diberikan oleh saksi 9 dan saksi 10 kepada terdakwa selama terdakwa menjabat sebagai Kabasarnas adalah sebesar Rp8.652.710.400," kata Oditur Militer Laksdya TNI Wensuslaus Kapo.
"Dan pemberian tersebut disebabkan karena adanya permintaan dari terdakwa selaku Kabasarnas dengan harapan saksi 9 dan saksi 10 diberi kepercayaan untuk mengerjakan proyek-proyek yang akan datang," sambung dia.
Dalam surat dakwaan, Henri juga disebut pernah meminta uang THR sebesar Rp1,5 miliar dari Roni Aidil.
Uang tersebut diberikan Roni kepada Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (saksi 2) yang juga merupakan tersangka dalam kasus tersebut di kantor Basarnas Jakarta pada April 2023.
"Saksi 9 pernah mengirimkan uang sebesar Rp1,5 miliar pada bulan April tahun 2023 untuk THR atas permintaan terdakwa yang diberikan saksi 11 kepada saksi 2 di kantor Basarnas Jakarta," kata Wensuslaus.
Henri, juga didakwa selalu memerintahkan Afri untuk mentransfer Dako kepada sembilan orang dengan jumlah nominal yang telah ditentukan dengan tujuan untuk kepentingan dinas, sosial, dan pribadi.
Sembilan orang tersebut yakni Sukarjo, Iwan Pasek, Santi Pratiwi, Adelia, Rachel Santika Putri, Adella, Nurseha, Sri Nurseha, Retri Koesuma.
Henri didakwa secara bersama-sama dengan Afri yang disidangkan secara terspisah telah melakukan tindak pidana suap.
Perbuatan Henri bersama Afri didakwa telah menenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana Pasal 12 a UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Atau, Pasal 12 b UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,
"Atau, Pasal 11 UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Wenslaus.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.