BREAKING NEWS: MKMK Nyatakan Hakim Guntur Hamzah Tak Langgar Etik Meski Jabat Ketum APHTN-HAN
Selain itu, Majelis Kehormahan juga menyatakan Hakim Guntur Hamzah tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menolak gugatan Pelapor laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Hakim M Guntur Hamzah.
Hal itu ditegaskan MKMK melalui sidang pembacaan putusan Nomor 06/MKMK/L/O4/2024 dan 07/MKMK/L/O412024 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Kamis (25/4/2024).
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menyatakan, majelis menolak permohonan provisi Pelapor.
Dalam pokok permohonan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menilai keberadaan Hakim M Guntur Hamzah sebagai ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN) tidak melanggar prinsip Sapta Karsa Hutama.
"Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait kedudukannya sebagai Ketua Umum APHTN-HAN dan pengaruh yang mungkin ditimbulkannya dalam penyelesaian perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024," ucap Palguna membacakan amar putusan, di ruang sidang MKMK, Kamis sore.
Baca juga: MK Tangani 297 Gugatan PHPU Pemilu Legislatif, Ditargetkan Rampung pada 10 Juni 2024
Selain itu, Majelis Kehormahan juga menyatakan Hakim Guntur Hamzah tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait argumentasi hukum pada dissenting opinionnya pada Putusan Nomor 29-51-55/PUU-XX//2023 yang digunakan sebagai dasar pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam laporannya, pelapor mempermasalahkan Guntur Hamzah yang memiliki jabatan di luar profesinya sebagai hakim, yakni Ketua Umum APHTN-HAN.
Karena dinilai masih menjabat organisasi di luar gelar hakim, Pelapor meminta MKMK untuk melarang Guntur Hamzah ikut menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pemilu 2024, baik Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilu Presiden (Pilpres).
Baca juga: Suap Pengajuan Dana PEN, Bupati Muna dan Ketua DPC Gerindra Divonis 3 Tahun Penjara
Jika itu terjadi, maka ada kekhawatiran MK tak bisa menyelenggarakan sidang sengketa hasil Pemilu 2024.
Sebab, sesuai aturannya, sidang MK dapat digelar dengan minimal delapan hakim. Sementara, putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 telah menyatakan larangan untuk Hakim Anwar Usman terlibat menangani perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Sebagai informasi, dua gugatan ini diajukan oleh kelompok mengatasnamakan Gerakan Aktivis Konstitusi (GAS) dan Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (FORMASI).
Para Pelapor hadir secara daring dalam sidang pembacaan putusan ini.