Geger Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Psikolog Jelaskan Kenapa Bisa Terjadi Perilaku Kekerasan
Situasi ini tentu menjadi tanda tanya. Kenapa akhir-akhir ini banyak ditemukan kasus kekerasan yang berujung pada pembunuhan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru-baru ini masyarakat dibuat geger dengan pembunuhan sekaligus mutilasi yang dilakukan oleh suami berinisial TBD (50) kepada sang istri bernama Yanti (44) di wilayah Rancah, Ciamis, Jawa Barat.
Situasi ini tentu menjadi tanda tanya. Kenapa akhir-akhir ini banyak ditemukan kasus kekerasan yang berujung pada pembunuhan.
Terkait hal ini, Psikolog Klinis untuk Klien Dewasa Rini Hapsari Santosa beri tanggapan secara umum.
Menurutnya, kasus yang berujung pada kekerasan bisa disebabkan oleh banyak faktor.
Pertama, akumulasi konflik yang belum atau terselesaikan.
"Sehingga bisa terjadi eskalasi sampai pada kekerasan. Namun kita belum tahu kondisi pelaku dan korban bagaimana," ungkapnya saat dihubungi Tribunnews, Selasa (7/5/2024).
Kedua, pola kekerasan yg sudah terbentuk dari masa anak-anak sampai dewasa.
Misalnya, di masa kecil anak pernah menyaksikan atau bahkan mengalami kekerasan.
"Kalau pengalaman dan lingkungan demikian, terbentuk pola bahwa konflik hanya dapat diselesaikan dengan kekerasan," tambahnya.
Ketiga, kurang terampil dalam komunikasi dan penyelesaian konflik.
"Konflik dihadapi dengan cara yang sama dan monoton sehingga tidak bisa tuntas," kata Rini lagi.
Masalah Kesehatan Mental Masih Dianggap Tabu
Menurut Rini, permasalahan kesehatan mental masih dianggap tabu oleh masyarakat kita.
Orang yang memiliki masalah kesehatan mental masih dinilai negatif.
Akibatnya, masyarakat enggan membuka diri atau meminta pertolongan.
Padahal, peduli pada kesehatan mental sangatlah penting.
Oleh karena itu, Rini pun mengajak masyarakat untuk menjaga kesehatan mental. Langkah awal yang bisa dilakukan seperti:
Pertama, memahami diri dan permasalahannya. Sehingga dapat mengidentifikasi kapan merasa baik-baik saja atau tidak.
Kedua, menjaga keseimbangan diri seperti kapan waktu beraktivitas dan beristirahat.
Memastikan kebutuhan nutrisi seimbang juga berkontribusi terhadap kondisi psikologis.
Ketiga, memiliki tujuan jangka panjang dan pendek sebagai motivasi dan arahan.
Keempat, berelasi dan berinteraksi dengan orang sekitar secara langsung. Tidak hanya lewat gawai.
Kelima, membuka diri terhadap berbagai hal, ini dapar membantu kita merasa tenang dan rileks
"Terakhir, mencari bantuan profesional jika dirasa perlu," tutupnya.