Jadi Provokator Pengeroyokan Ibadah Mahasiswa Katolik di Tangsel, Ketua RT Ditetapkan Tersangka
4 orang ditetapkan tersangka dalam kasus pembubaran ibadah mahasiswa Katolik di Tangerang Selatan, salah satunya Ketua RT yang jadi provokator.
Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak empat orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembubaran ibadah sejumlah mahasiswa Katolik berujung pengeroyokan di Setu, Tangerang Selatan (Tangsel).
Salah satu tersangka tersebut merupakan Ketua RT setempat, berinisial D (53).
Sedangkan tiga orang lainnya berinisial I (30), S (36), dan (A (26).
Diketahui, Ketua RT yang menjadi tersangka itu sebelumnya memprovokasi pembubaran ibadah tersebut.
Alasannya, karena ia merasa terganggu, sehingga memutuskan untuk melakukan pembubaran dengan cara berteriak-teriak.
Teriakan D tersebut membuat situasi di lokasi kejadian menjadi gaduh hingga kesalahpahaman.
"Mulanya seorang laki-laki berinisial D yang berupaya membubarkan kegiatan tersebut dengan cara berteriak," kata Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ibnu Bagus Santoso, Selasa (7/5/2024), dikutip dari TribunTangerang.com.
"Setelah D berteriak, datang beberapa orang untuk mencari tahu apa yang terjadi dan timbul kegaduhan serta kesalahpahaman," tutur Ibnu.
Setelah melihat banyak orang yang datang, D lantas melakukan provokasi hingga terjadilah insiden pengeroyokan terhadap mahasiswa yang tengah melakkan ibadah doa rosario.
Kegaduhan tersebut sempat direkam oleh salah satu penghuni kontrakan di sekitar.
"Kegaduhan dan kekerasan tersebut terekam oleh salah satu penghuni kontrakan di area sekitar TKP, di mana terdapat laki-laki yang terekam membentak mahasiswa dan membawa senjata tajam jenis pisau," jelas Ibnu.
Baca juga: Video Penangkapan Sejumlah Orang terkait Kasus Mahasiswa Katolik Digeruduk Warga Saat Ibadah
Tersangka Terancam 5,5 Tahun Penjara
Atas perbuatan keempat tersangka tersebut, mereka dijerat dengan pasal berlapis.
Setidaknya, ada lima pasal yang diterapkan terhadap para tersangka.
Pertama, Pasal 2 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.