Total 4 Siswa STIP Ditetapkan jadi Tersangka, Ini Perannya Dalam Kasus Penganiayaan Putu
Polisi tetapkan 4 tersangka kasus penganiayaan siswa STIP, keempatnya adalah senior korban di sekolah ilmu pelayaran tersebut.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Polres Metro Jakarta Utara telah menetapkan empat tersangka dalam kasus penganiayaan yang menewaskan siswa taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19).
Keempatnya adalah senior korban di sekolah ilmu pelayaran tersebut.
Tersangka utama yakni bernama Tegar Rafi Sanjaya (21), sedangkan ketiga tersangka lainnya yakni KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.
Awalnya polisi hanya menetapkan Tegar sebagai tersangka tunggal pada Sabtu (4/5/2024).
Namun setelah dilakukan pendalaman, ketiga rekan Tegar juga ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan ini.
Informasi tersebut disampaikan Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (8/5/2024) malam.
"Ada tiga tersangka baru yang ditetapkan dalam kasus ini usai dilakukan pengembangan penyidikan dan gelar perkara," kata Gidion dikutip dari TribunJakarta.com.
Penetapan tersangka baru itu dilakukan setelah polisi mengumpulkan barang bukti antara lain rekaman CCTV hingga hasil visum korban.
Peran Para Tersangka
Adapun ketiganya memiliki peran yang berbeda.
Tersangka FA alias A dalam kasus ini berperan memanggil korban Putu bersama teman-temannya dari lantai 3 untuk turun ke lantai 2 pada Jumat (3/5/2024) pagi karena dianggap melakukan kesalahan.
Baca juga: Permintaan Maaf & Janji Menhub usai Sambangi Rumah Putu Satria, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior
Sebab, mereka memakai baju olahraga ke ruang kelas pada Jumat pagi
"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi, salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan 'Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!'."
"Jadi turun dari lantai 3 ke lantai 2. Lalu FA juga berperan menjadi pengawas ketika kekerasan eksesif terjadi di depan pintu toilet dan ini dibuktikan dari CCTV kemudian keterangan para saksi," kata Gidion, Rabu malam.
Lalu, tersangka WJP berperan memprovokasi Tegar untuk melakukan pemukulan terhadap korban Putu.
WJP juga meminta Putu untuk tidak mempermalukan dirinya dan harus kuat menerima pukulan.
"Saudara W mengatakan 'Jangan malu-maluin CBDM, kasih paham'. Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa."
"Karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," papar Gidion.
Sementara itu tersangka KAK, di sini berperan menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan pertama.
Putu menjadi orang pertama yang ditunjuk untuk dipukul hingga tak sadarkan diri setelah menerima hantaman di bagian ulu hati hingga tewas.
Pemukulan itu dilakukan dihadapan teman-teman Putu yang lain.
Baca juga: Profil Ahmad Wahid, Ketua STIP yang Dibebastugaskan Buntut Kasus Taruna Tewas, Punya Harta Rp 12,4 M
"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS, dengan mengatakan 'adikku aja nih, mayoret terpercaya',"
"Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," kata Gidion.
Lalu Tegar, yakni tersangka utama, ia memukul Putu sebanyak lima kali di ulu hati.
Gidion mengatakan, berdasarkan hasil autopsi, ditemukan luka di bagian ulu hati korban yang menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru.
Ketika korban lemas dan tak sadarkan diri, pelaku memasukkan tangannya ke dalam mulut korban dengan niat melakukan pertolongan.
Nahas, korban malah meninggal dunia.
Gidion mengatakan, kematian Putu sebenarnya disebabkan karena upaya penyelamatan yang dilakukan oleh tersangka tak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Ketika dilakukan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapat asupan oksigen sehingga menyebabkan kematian."
"Jadi (memang) luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, tapi (sebenarnya) yang menyebabkan kematiannya justru setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga (pelaku) panik kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur," jelas Gidion, Sabtu (4/5/2024).
Atas perbuatan tersebut, keempat tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara.
Tegar sebagai tersangka utama dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.
Sementara ketiga rekan seangkatannya, dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.
"Ancaman hukumannya sama konstruksi pasal kemarin ya."
"Hanya mungkin perbedaan di pembelaan atau mungkin ada pemberatan atau pengurangan tambahan karena pasal 55," kata Gidion.
"(Ancaman hukuman terhadap tiga tersangka baru) masih 15 tahun," sambung Gidion.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rifqah/Dewi Agustina)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.