Nawawi Pomolango Respons Kritik Pakar Hukum Soal Capim KPK Tak Harus dari Polri dan Kejaksaan
Nawawi Pomolango merespon kritikan dari pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar soal capim KPK tak harus dari usnur Polri dan Kejaksaan.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango merespon kritikan dari pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar soal calon pimpinan (Capim) KPK tak harus dari usnur Polri dan Kejaksaan.
Nawawi pun mengatakan bahwa seharusnya tidak ada masalah mengenai latarbelakang sosok Capim KPK termasuk dari unsur Polri dan Kejaksaan dalam proses seleksi yang akan datang.
Pasalnya menurut dia, pendaftaran Capim KPK itu dibuka untuk masyarakat umum asalkan mereka telah memenuhi syarat yang telah ditentukan.
"Memang dibuka untuk umum dengan syarat formil itu tadi, yang penting sudah 50 tahun, nggak lebih dari 65 (tahun) it's okay, siapa saja," kata Nawawi di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Hanya saja Nawawi turut menggarisbawahi jika pada akhirnya terdapat sosok-sosok dari unsur Polri dan Kejaksaan yang mendaftarkan diri sebagai pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
Menurut Nawawi, hal itu akan menjadi masalah apabila dalam prosesnya terdapat keharusan untuk meloloskan capim-capim yang memiliki latarbelakang dua institusi penegak hukum itu.
"Yang tidak bisa adalah misal ada keharusan dari Polri harus diluluskan atau dari Kejaksaan, itu yg barangkali yang tidak bisa," kata dia.
Kemudian lebih jauh Nawawi juga merespon soal diragukannya loyalitas Capim KPK yang memiliki latarbelakang Polri dan Kejaksaan.
Dikatakan Nawawi bahwa hal itu menjadi tugas dari tim panitia seleksi (pansel) untuk menguji sejauh mana loyalitas para capim itu terhadap KPK jika nantinya menjabat di lembaga tersebut.
Namun ia berharap agar pansel capim KPK dapat menemukan sosok-sosok yang berintegritas untuk menjadi komisioner KPK kedepannya.
"Betul betul punya keberanian untuk menghindarkan diri dari upaya upaya intervensi mengganggu independensi lembaga KPK," pungkasnya.
Adapun terkait hal itu sebelumnya dilansir Kompas.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta tidak memilih Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kalangan jaksa dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Ketua Departemen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar meminta Jokowi menghapus pandangan yang menyebut dalam formasi pimpinan KPK harus ada perwakilan dari Kejaksaan Agung dan Polri.