Buka Pameran Lukisan 'Bergerak', Hikmahanto Juwana: Tembus Pasar Internasional!
Jika dilihat dari karya-karyanya, maka para pelukis yang terlibat dalam pameran seni rupa bertajuk "Bergerak" sesungguhnya sudah berkelas internasiona
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hikmahanto Juwana mengatakan jika dilihat dari karya-karyanya, maka para pelukis yang terlibat dalam pameran seni rupa bertajuk "Bergerak" sesungguhnya sudah berkelas internasional.
"Hanya saja, kita masih kurang mampu menembus pasar internasional. Untuk itu pameran-pameran lukisan semacam ini perlu terus digalakkan. Kita harus bisa menembus pasar internasional," kata pakar hukum internasional ini ketika membuka pameran lukisan bertajuk "Bergerak" di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024), didampingi koordinator pameran Mas Padhik.
Sementara itu, salah seorang peserta pameran, Alex Luthfie R dalam catatan pendeknya menuliskan, hidup sekali, hiduplah yang berarti.
"Bergerak kreatif, menguatkan memori dan imajinasi," katanya terkait pameran lukisan yang akan berlangsung hingga 25 Mei 2024 ini.
Adapun Mas Padhik menyatakan, ada 12 pelukis yang bergabung dalam pameran ini, yaitu Agus Baqul Purnomo, Alex Luthfie R, Alya Nurshabrina, Anugrah Eko Triwahyono, Gogor Purwoko, Handoyo, Nasirun, dirinya, Sahat Simatupang, Kembang Sepatu, Totok Buchori dan Yaksa Agus. Mereka berasal dari Jakarta dan Yogyakarta.
Pameran yang didukung Dinas Kebudayaan DKI Jakarta ini, kata Mas Padhik, juga telah mempertemukan kembali persahabatan lintas generasi yang sudah lama terjalin sejak 1980-an hingga saat ini.
Alex Luthfie R menambahkan, manusia (seniman) dianugerahi otak oleh Tuhan YME untuk berpikir kreatif agar bisa "bergerak" dari satu titik ke titik selanjutnya.
"Sebagai makhluk yang cerdas, manusia memilki naluri dan cepat bereaksi terhadap momen estetik, sehingga mampu menggerakkan tubuh, pikiran serta kalbunya. Konsep dan konteks pameran seni rupa ‘Bergerak’ ini dapat dibaca sebagai upaya menginformasikan suatu gerak aktif hubungan antara energi tubuh dan kognisi yang memiliki efek positif, sehingga menimbulkan pemikiran serta tindakan kreatif," jelasnya.
Ke-12 pelukis yang terdiri atas 6 orang dari Jakarta dan 6 orang dari Yogyakarta ini telah sepakat mengusung tema "Bergerak" dengan mempertunjukkan karya seni dan kuasa kreativitasnya di TIM.
"Melalui perjumpaan langka ini, masyarakat pencinta seni dapat mengapresiasi karya seni para pelukisnya sebagai perbandingan terhadap kecenderungan corak serta gaya seni lukis dari peserta pameran, khususnya mengenai tiga hal, yakni ide seni, kreativitas dan kemampuan artistik. Maka pameran lintas generasi dari dua kota ini, dalam konteks peristiwa budaya (kesenian) tidak harus dipandang sebagai sesuatu yang dipertentangkan, namun sepantasnya kita membandingkan untuk memperoleh kesetaraan. Sebagaimana layaknya dinamika penciptaan karya seni, pada akhirnya akan ada pandangan atau paradigma mengenai ide seni, kreativitas dan kemampuan artistik, bahwa lingkungan tempat kita tinggal akan mempengaruhi cara kita berpikir untuk memperoleh inspirasi serta nilai estetika," paparnya.
Pameran seni rupa "Bergerak" pada perhelatan temu sahabat lintas generasi ini, lanjut Alex, telah berhasil menyibak dimensi-dimensi tersembunyi ideologi pelukisnya.
"Kekuatan utama ekspresi seni mereka mengacu pada penggunaan aspek emosional dan intuitif diri. Ini merupakan gambaran tentang kehidupan yang mengandung pandangan-pandangan pribadi mengenai suatu peristiwa dan objek umum yang lekat dengan jiwanya. Gaya artistik yang dipertunjukkan adalah penggambaran tentang realitas objektif dan respons subjektif, seperti pada situasi kemanusiaan, sosial politik, keindahan alam, dunia transenden, berpikir abstrak, dan religius," terangnya.
"Dimensi spiritual yang dimilki telah sukses mengunduh tabungan memorinya untuk dijadikan tema sentral yang secara interpersonal berhubungan erat dengan perjalanan dan pengalaman hidupnya. Selamat dan terus berkarya menembus ruang kreativitas tiada batas," ujarnya.
Sementara itu, salah satu lukisan yang dipamerkan adalah "Wizarding World Justice" (cat akrilik di atas kanvas, 100 cm x 100 cm, 2024) karya Kembang Sepatu.
Menurut pelukisnya, lukisan ini berkisah tentang peencarian kebenaran yang bagaikan mengurai benang kusut.
Baca juga: Saat Hasto Dibuat Kagum oleh Pameran Lukisan Karya Budi Ubrux di Bentara Budaya Jakarta
"Hal inilah yang kemudian menjadi kesempatan mafia hukum, yang dengan uang mereka dapat mempermainkan para penegak hukum. Keputusan dapat diambil dalam sekejap seperti dunia sihir," kata Kembang Sepatu.
Pergeseran paradigma hukum dari restributif menjadi restoratif, katanya, penerapanya semoga tidak menjadi "industri hukum", yakni tindakan yang dilakukan untuk mengambil keuntungan dari proses hukum.