Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Agung Gazalba Saleh Bakal Dikeluarkan Dari Rutan KPK

Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh bakal dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK).

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Hakim Agung Gazalba Saleh Bakal Dikeluarkan Dari Rutan KPK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa Hakim Agung Gazalba Saleh menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/5/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh bakal dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK).

Hal itu menyusul putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menerima eksepsi atau nota pembelaan Gazalba Saleh.

Dalam sidang putusan sela dimaksud, hakim memerintahkan agar Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan.

"Secara teknis untuk sementara terdakwa akan dikeluarkan dari tahanan sesuai perintah majelis hakim dimaksud," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (27/5/2024).

Kata Ali, sebagai produk peradilan, KPK menghargai putusan sela yang sudah dibacakan majelis hakim tersebut. Saat ini, lanjutnya, KPK tengah menanti salinan putusan.

"Kami tunggu salinan putusannya dan segera kami pelajari untuk kemudian dianalisis bersama lebih lanjut. Perkembangan akan disampaikan," katanya.

Baca juga: Hakim Perintahkan Gazalba Saleh Bebas, Ketua KPK: Kami Masih Tunggu Laporan Jaksa Penuntut

Berita Rekomendasi

Diberitakan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan untuk menerima eksepsi atau nota keberatan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh terkait dugaan korupsi pengurusan perkara.

Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan putusan sela, Senin (27/5/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu, majelis juga memutuskan untuk tidak menerima dakwaan tim JPU KPK.

"Memutuskan, Satu: menerima nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh tersebut. Dua: menyatakan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Fahzal Hendri di persidangan.

Dengan demikian, maka Gazalba Saleh dinyatakan bebas dalam perkara ini.

Baca juga: Eksepsi Diterima, Eks Hakim Agung Gazalba Saleh Bebas dari Dakwaan Kasus Korupsi Pengurusan Perkara

"Memerintahkan terdakwa Gazalba Saleh dibebaskaan dari tahanannya segera setelah putusan ini dibacakan," ujar Hakim Fahzal.

Dalam putusan selanya, Hakim Fahzal menyatakan bahwa jaksa KPK belum melengkapi persyaratan formil. Karena itulah, jaksa KPK diminta untuk melengkapinya.

Tak hanya itu, jaksa KPK juga memiliki kesempatan untuk mengajukan banding atas putusan sela ini.

"Silakan dilengkapi surat-suratnya, administrasinya. Dan terhadap putusan ini KPK bisa banding atau melengkapi persyaratan," ujar Hakim Fahzal.

Alasan Hakim Terima Eksepsi Gazalba Saleh

Hakim menjelaskan bahwa KPK adalah lembaga yang juga memiliki tugas penuntutan.

Perintah penuntutan yang dilakukan jaksa KPK, di bawah perinyah Direktur Penuntutan KPK.

Namun, menurut hakim Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapat pendelegasian kewenangan dari Jaksa Agung RI.

"Menimbang bahwa meskipun KPK secara kelembagaan memiliki tugas dan fungsi penuntutan namun jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asas single prosecution system," kata hakim Anggota Rianto Adam Pontoh.

Hakim mengatakan syarat pendelegasian itu dalam perkara Gazalba tak terpenuhi.

Sehingga, kata hakim, jaksa KPK tidak berwenang melakukan penuntutan kepada hakim agung nonaktif tersebut.

"Menimbang bahwa surat perintah Jaksa Agung RI tentang penugasan jaksa untuk melaksanakan tugas di lingkungan KPK dalam jabatan Direktur Penuntutan pada Sekretaris Jenderal KPK tidak definitif," ucap Hakim Rianto.

"Artinya, tidak disertai pendelegasian wewenang sebagai penuntut umum, dan tidak adanya keterangan (penjelasan) tentang pelaksanaan wewenang serta instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang. Sehingga dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian tersebut di atas, maka menurut pendapat majelis hakim Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum, dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi serta TPPU," imbuhnya.

Hakim mengatakan jaksa yang melakukan penuntutan kasus Gazalba harus memiliki surat perintah dari Direktur Penuntutan KPK, tetapi Direktur Penuntutan KPK sendiri menurut hakim tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan kasus Gazalba lantaran.

Sebab, tidak mendapat surat perintah pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung.

Karena itu, hakim menyatakan jaksa KPK yang menangani kasus Gazalba juga tidak berwenang melakukan penuntuan terhadap Gazalba.

"Menimbang bahwa setiap jaksa pada KPK yang bertindak sebagai penuntut umum dalam melakukan penuntutan setiap perkara tindak pidana korupsi dan TPPU adalah berdasarkan surat perintah Direktur Penuntutan KPK. Padahal Direktur Penuntutan KPK sebagaimana sudah dipertimbangkan di atas, tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan TPPU. Sehingga jaksa pada KPK juga tidak berwenang melakukan penuntutan setiap perkara tindak pidana korupsi dan TPPU," terangnya.

Dalam putusan selanya, hakim mempertimbangkan Pasal 18 ayat 1 UU RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung.

Dia mengatakan surat perintah penunjukan penuntut umum harus diterbitkan lebih dulu sebelum melakukan penuntutan.

"Menimbang bahwa sedangkan surat perintah Jaksa Agung RI sebagaimana dalam pendapat penuntut umum atas keberatan Terdakwa/ Tim penasehat hukum Gazalba Saleh adakah jaksa Agung menunjuk jaksa untuk bertugas di KPK, dan tidak serta merta berwenang sebagai penuntut umum dalam perkara atas nama Gazalba Saleh karena harus terlebih dahulu diterbitkan surat perintah penunjukan penuntut umum untuk menyelesaikan perkara dari Direktur Penuntutan KPK, padahal Direktur Penuntutan KPK belum mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi berdasarkan Pasal 18 ayat 1 UU RI No 11 tahun 2021," katanya.

Dalam kasusnya, Gazalba sebagai hakim agung dari tahun 2020-2022 disebut telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar AS, serta Rp9.429.600.000.

Perbuatan Gazalba tersebut di atas sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas