Menkominfo Budi Arie Sebut Judi Online Terindikasi Kejahatan Pencucian Uang
Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan praktik judi online disinyalir dan diduga oleh sejumlah analisa terindikasi sebagai kejahatan pencucian uang.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, bahwa praktik judi online masih marak di tengah-tengah masyarakat.
Padahal, kini pihaknya bersama sejumlah pihak masih terus berupaya memberantas praktik judi online.
Budi pun mengatakan, bahwa praktik judi online disinyalir dan diduga oleh sejumlah analisa, terindikasi sebagai kejahatan pencucian uang.
"Walaupun berbagai analisa, ini juga ada hal-hal lain dari transaksi judi online, termasuk juga indikasi-indikasi pencucian uang," kata Menteri Budi Arie.
Budi Arie pun membeberkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal besaran transaksi judi online yang terjadi di tahun 2023 hingga awal tahun 2024.
Dimana, angka itu ditaksir mencapai Rp 327 triliun pada tahun 2023 dan Rp 100 triliun di awal tahun atau kuartal pertama 2024.
"Nah indikasi masih besarnya angka transaksi judi online ini masih mengisyaratkan judi online masih eksis di masyarakat Indonesia," ungkapnya.
Pemerintah pun terus berupaya memberantas konten judi online, salah satunya dengan membentuk Satgas pemberantasan judi online.
Budi Arie menambahkan, sekarang ini konten judi online sudah mulai menyusup ke situ situs lainnya, termasuk situs milik pemerintah.
"Termasuk juga ada pishing yaitu sisipan jadi disisipin itu di lembaga pendidikan ada 14.823 konten judi online menyusup kesana dan lembaga pemerintahan ada 17.001 temuan konten menyusup atau pishing ke situs-situs pemerintahan dan lembaga pendidikan," kata Budi Arie.
Konten judi online yang masuk ke dalam situs pemerintah tersebut kata Budi dalam bentuk pishing atau tautan bukan adsence.
"Itu phising, itu jadi ada situs apa dimasukin, bukan ads," katanya.
Budi mengatakan Kominfo telah melakukan takedown (penutupan) sebanyak 1.904.246 konten terkait judi online sepanjang 17 Juli 2023 sampai 21 Mei 2024.
Sementara itu pemblokiran rekening dan dompet digital yang terafiliasi dengan judi online sudah mencapai 5364 yang diajukan ke OJK.
"Per Q1 2024 itu hampir 100 triliun transaksinya, jadi memang meresahkan sekali judol ini," terangnya.
Budi Arie mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan teguran kepada sejumlah platform digital atau media sosial mulai dari TikTok hingga Meta karena masih menampilkan konten judi online.
"Kami juga sudah lakukan semua penyampaian teguran kepada platform tiktok, google, meta," kata Budi.
Menurutnya sepanjang satu bulan terakhir mulai dari 19 April sampai 21 Mei 2024, pihaknya sudah menutup (takedown) hampir 300 ribu konten judi online.
"Kami sudah men takedown 290.850 konten jadi sebulan hampir 300 ribu. Sehari 10 ribu konten judi online. Termasuk juga pemblokiran rekening e wallet sepanjang satu bukan ini ada 300," katanya.
Baca juga: Menkominfo Tegaskan Satgas Judi Online Bakal Berantas dari Hulu ke Hilir
Budi mengatakan berbagai upaya telah dilakukan untuk membersihkan platform digital dari konten judi online. Ada usulan untuk memberikan denda kepada platform digital yang masih menampilkan konten judi online.
"Sudah kalau platform urusan kita bahkan ada usulan kalau kita denda atau hukum kita kan bersurat terus ke platform," jelas Budi Arie.
Selain itu Menkominfo melakukan koordinasi dengan semua platform digital untuk terus mencari kata kunci atau keyword yang berhubungan dengan judi Online.
"Kita juga terus melakukan kordinasi dengan semua platform, google, meta dimana perubahan keyword judi terjadi di Google ada 20241 keyword, di Meta ada 2637 keyword baru, yang itu terus kita kejar supaya pemberantasan judi online di tingkat hulu ini bisa kita selesaikan," pungkasnya.
Perceraian Tinggi Terlilit Judi Online
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyoroti ratusan pasangan suami istri (pasutri) di Jawa Timur, yang dikabarkan telah mengajukan gugatan cerai di pengadilan agama.
Satu faktor utama yang mendasari gugatan cerai ini adalah kecanduan judi online (judol) yang dialami oleh para suami.
Seperti menurut Ketua Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Solikin Jamik, Kamis (9/5/2024), menyebut dari 971 warga yang mengajukan cerai dalam rentang Januari hingga April 2024, sebanyak 179 di antaranya diakibatkan faktor suami yang kecanduan judi online.
Sahroni menilai sebaiknya pengadilan mempercepat proses gugatan agar para suami kapok bermain judi online.
Sebab menurutnya, istri yang menggugat pastinya telah kerap mendapat ketidakadilan dari suami.
“Kalau saya yang jadi hakimnya, saya percepat aja biar pada kapok yang main judi bisa kehilangan istri. Lagian yang begini-begini kan pasti keadaan di rumahnya sudah tidak beres. Keluarga tidak diperhatikan, uang dapur habis dipakai judol, uang susu anak diambil, dan biasanya ujung-ujungnya kekerasan dalam rumah tangga. Gimana nggak stress istri sama anaknya,” kata Sahroni.
Sahroni juga melihat bahwa judi online ini telah memberikan efek rentetan buruk dalam kehidupan masyarakat.
Tak hanya bagi individu yang memainkan, tapi juga berdampak pada orang-orang sekitarnya. Maka dari itu, Sahroni kembali menekankan pemberantasan judi online.
“Ini kan namanya sudah situasi darurat, sudah parah sekali. Udah jadi penyakit di masyarakat. Karena yang rugi bukan hanya pemainnya doang, tapi istri, anak, tetangga, saudara. Dan kalau terus dibiarkan, saya yakin tingkat kriminalitas juga pasti meningkat. Makanya saya terus dorong semua pihak terkait, terutama Polri, untuk melakukan pemberantasan secara menyeluruh. Jangan ada lagi masyarakat yang bisa akses judol,” ujar Sahroni.
Sebab Sahroni tidak ingin ada lagi pihak-pihak yang dirugikan secara terus menerus akibat dari keberadaan judi online ini.
“Saya hanya tidak ingin masyarakat kita semakin rusak karena judol ini. Itu saja,” pungkas Sahroni. (Tribun Network/ Yuda).