Sebut Putusan Batas Usia Minimal Ikut Pilkada Janggal, Pakar: Apa Mahkamah Agung Baca Undang-Undang?
Feri Amsari, memandang proses pengujian undang-undang (judicial review/JR) yang menghasilkan putusan tersebut janggal.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Menurutnya, ketentuan tersebut sama dengan yang berlaku dalam proses JR di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia mengatakan dalam proses JR di MK, apabila UU sudah mengatur secara eksplisit, maka tidak ada alasan lain untuk MK menafsir ulang isi teks yang sudah ada dalam UUD.
"Jadi memang sangat sangat janggal perkara pengujian PKPU nomor 23/PHUM/2024 ini yang dilakukan oleh MA? Siapa yang hendak disasar agar kemudian dengan pembatalan ini seseorang dapat diuntungkan?" tanya dia.
"Desas-desusnya adalah Kaesang yang belum berusia 30 dan perlu kemudian mendapatkan kesempatan untuk maju dalam kontestasi Pilkada di kemudian hari," sambung dia.
Menurutnya, tindakan-tindakan demikian akan menjadi problematika serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara apabila seluruh aturan mengenai praktik bernegara didasarkan kepada kesukaan terhadap sesuatu atau tidak.
Menurutnya, tidak mungkin sebuah peraturan diatur sedemikian rupa hanya sekadar untuk membuka pintu bagi kepentingan orang-orang lain.
"Saya juga awalnya berpikir ya nggak boleh kan. Jadi kalau kita berpikir seperti bahwa tidak mungkin UUD dipermainkan, aturan main dirusak, faktanya kita sudah bertemu di pemilu presiden (Pilpres 2024) kemarin," kata dia.
"Betapa upaya merusak cakrawala berpikir publik penghormatan kepada konstitusi dihancurleburkan," sambung dia.
Hanya Butuh 3 Hari
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutus perkara yang diajukan Partai Garuda terkait aturan syarat batas minimal usia calon kepala daerah.
Waktu itu terhitung sejak perkara nomor 23 P/HUM/2024 diproses tanggal 27 Mei dan diputus pada tanggal 29 Mei 2024.
Dalam putusan itu, MA mengabulkan permohonan Hak Uji Materi (HUM) yang dimohonkan Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana.
Juru bicara MA Suharto menjelaskan alasan mengapa perkara itu ditangani dalam waktu yang terhitung cepat.
Ia menyampaikan, cepatnya proses penanganan perkara dilakukan sebagaimana asas lembaga peradilan yang ideal.
“Sesuai asas yang ideal itu yang cepat karena asasnya pengadilan dilaksanakan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan. Jadi cepat itu yang ideal,” kata Suharto, Kamis (30/5/2024).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.