RUU Polri Atur Akses Internet Publik Bisa Dibatasi, Pakar Hukum Jelaskan Alasan Kenapa Harus Ditolak
Bivitri Susanti menyoroti revisi Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) yang dapat membatasi akses internet publik.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Wahyu Aji
Pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu mengungkapkan sikap Fraksi PDIP terhadap pembahasan revisi UU Polri.
Ditegaskannya, Fraksi PDIP bakal kritis selama pembahasan RUU tersebut.
"Jadi kami tentu sangat kritis untuk itu," ucapnya.
Lebih lanjut, Ketua Komisi III DPR itu mengaku belum tahu, apakah revisi UU Polri akan dibahas di Komisi III.
Pasalnya, Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang akan menentukannya.
"Tunggu lah. Belum masuk barangnya ke kami. Apakah akan dibahas di Komisi III, kami juga belum tahu. Itu nanti keputusannya di Bamus," pungkasnya.
Untuk diketahui, saat ini DPR masih menunggu tanggapan pemerintah melalui surat presiden (surpres), untuk membahas RUU Polri.
"Surpres wajib dikirim ke DPR itu paling lama 60 hari bahwa apakah isinya setuju itu nanti di pembahasan. Siapa tahu presiden tolak semua. Kan kita nggak ngerti," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Supratman mengungkapkan ada beberapa usulan lain terkait substansi perubahan revisi UU TNI dan Polri. Namun yang menjadi fokus hanya persoalan usia pensiun.
Baca juga: Berwenang Batasi Akses Internet Publik dalam RUU Polri, SafeNet: Sangat Mungkin Disalahgunakan
"Di Undang-Undang Polri ada tapi hanya penyesuaian-penyesuaian saja. Tapi tidak terlalu menyangkut soal penyelidikan, penyidikan. Jadi tidak terlalu urgen, yang paling inti itu adalah masalah usia pensiun, yang lain engga," ujarnya.