Ahli Pidana Jadi Saksi Meringankan di Sidang SYL: Atasan Tak Bisa Dijerat karena Tindakan Bawahannya
Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) menghadirkan ahli pidana dari Univeritas Pancasila, Agus Surono dalam persidangan.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) menghadirkan ahli pidana dari Univeritas Pancasila, Agus Surono dalam persidangan kasus korupsi yang menjeratnya sebagai terdakwa.
Agus dihadirkan sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2024).
Dalam keterangannya sebagai ahli, Agus membeberkan beberapa hal yang di antaranya soal tanggung jawab atasan atas perbuatan bawahan.
Awalnya penasihat hukum SYL mencontohkan suatu kasus, di mana seorang bawahan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan aturan-aturan.
Perbuatan bawahan itu kemudian disebut Agus harus dipertanggung jawabkan sendiri, bukan atasannya.
"Pertanyaannya, bilamana kemudian itu dilakukan oleh bawahannya, siapa yang mesti bertanggung jawab terkait dengan akibat hukumnya?" tanya penasihat hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen kepada ahli pidana, Agus Suranto.
"Misalkan perintahnya A tapi yang dilaksanakan B. Dan ternyata yang dilaksanakan B ini melanggar kode etik, melanggar peraturan perundang undangan. Maka sidapa yang bertanggungjawab? Ya tentu bawahan yang melaksanakan perintah," jawab Agus.
Kemudian penasihat hukum SYL kembali menyinggung soal pertanggung jawaban hukum.
Contoh kasus yang diberikan, seorang bawahan melakukan perbuatan melawan hukum yang bertujuan untuk kelancaran administrasi di sebuah institusi.
Bawahan itu katanya tak memberitahukan tindakannya kepada atasannya.
Dari contoh kasus itu, Agus menilai bahwa seseorang yang tidak mengetahui dan melakukan, tidak boleh dimintai pertanggung jawaban secara hukum.
"Dalam rangka sebuah kelancaran proses administrasi ataupun meningkatkan kinerja sebuah institusi atau lembaga tertentu, ada akeselarasi dari para bawahan untuk melakukan sebuah perbuatan yang melawan hukum. Yang semata-mata tidak diketahui oleh pimpinan oleh atasan mereka. Sebetulnya dalam konteks ini siapa yg mesti bertanggung jawab terkait itu?" tanya penasihat hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen.
"Prinsip hukumnya adalah bahwa tidak boleh perbuatan yang tidak dilakukan oleh seseorng kmd dibebankan oleh seseorang yang tdk melakukan perbuatan itu. Nah nanti tinggal sdr maknai tafsirkan dalam satu peristiwa hukum konkritnya," kata Agus Suranto.
Sebagai informasi, keterangan Agus ini disampaikan dalam persidangan perkara dugaan korupsi di lingkungan Kementan yang menjerat SYL sebagai terdakwa.
SYL dalam perkara ini telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.
Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.
"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.
Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Baca juga: 7 Bulan Firli Bahuri Jadi Tersangka Kasus Pemerasan SYL, tapi Polisi Tak Kunjung Lakukan Penahanan
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.