Praktisi Hukum Kritik Pelarangan Konten Investigasi Jurnalistik Eksklusif dalam RUU Penyiaran
Praktisi hukum Deolipa Yumara menyoroti polemik Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini tengah dibahas di DPR RI.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Febri Prasetyo
Ketiga, massa aksi menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional ini akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.
Keempat, mereka menuntut DPR dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers dan masyarakat sipil.
Kelima, massa aksi mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
"Kami menyerukan kepada seluruh jurnalis, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk tetap waspada dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan pers," sambungnya.
Tak cukup di situ, massa aksi yang merupakan organisasi profesi pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi prodemokrasi di Jakarta, dengan tegas menuntut pembatalan seluruh pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran.
Sebab, beleid tersebut berpotensi membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Dalam aksi demonstrasi ini.
Sementara itu, terdapat tiga tuntutan yang dilayangkan oleh seluruh peserta aksi.
1. Segera batalkan seluruh pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran.
2. Libatkan partisipasi Dewan Pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi secara aktif dan bermakna dalam pembahasan revisi UU Penyiaran
3. Pastikan perlindungan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dalam setiap peraturan perundang-undangan.