Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Urgensi Modernisasi Alutsista TNI AU di Tengah Eskalasi Konflik Laut China Selatan

Membangun Angkatan Udara membutuhkan waktu dan biaya yang mahal. Namun patut diingat, hal itu sepadan dengan "harga" yang diterima.

Penulis: Malvyandie Haryadi
zoom-in Urgensi Modernisasi Alutsista TNI AU di Tengah Eskalasi Konflik Laut China Selatan
Dok Warta Kota
Dua pesawat F-16 Fighting Falcon TNI AU. Membangun Angkatan Udara membutuhkan waktu dan biaya yang mahal. Namun patut diingat, hal itu sepadan dengan "harga" yang diterima. 

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebelumnya mengatakan, diperkirakan tahap pertama kedatangan Rafale akan dimulai pada 2026.

Selain Rafale, Indonesia juga mengincar pembelian jet tempur F-15EX buatan Boeing Amerika Serikat.

Kementerian Luar Negeri AS sebenarnya telah menyetujui untuk penjualan 36 jet tempur F-15EX (untuk Indonesia diberi kode F-15ID) beserta kelengkapannya kepada Indonesia dengan skema Penjualan Militer Asing (FMS) senilai 13,9 miliar dolar AS.

Namun rencana pembelian jet tempur F-15EX oleh Kementerian Pertahanan RI tertunda karena pembiayaan untuk mengakuisisinya belum mendapatkan pengalokasian dari Kementerian Keuangan.

Selain pesawat tempur, Indonesia telah mendatangkan lima unit pesawat angkut C-130J-30.

Bahkan, salah satu pesawat Super Hercules dengan nomor ekor A-1340 telah sukses melaksanakan operasi kemanusiaan dengan menjatuhkan bantuan logistik lewat udara (airdrop) di Gaza, Palestina, 9 April silam.

Tak hanya Super Hercules, dua unit pesawat tanker dan transport A400M Multi Role Tanker and Transport (MRTT) dari Airbus juga telah diakuisi pemerintah.

BERITA REKOMENDASI

Selain itu, TNI AU juga akan kedatangan 25 radar dan 12 unit pesawat nirawak (unmanned aerial vehicle) atau drone ANKA buatan Turkish Aerospace.

Melihat hal di atas, Rangga mengatakan masih ada pekerjaan rumah yang tak kalah penting yang harus diselesaikan TNI AU.

"Seiring pengadaan beragam alusista yang akan melengkapi TNI AU guna mendongkrak kekuatan tempurnya, insitusi ini juga punya tantangan besar, yakni soal sumber daya manusia," katanya.

Rangga mengingatkan, dengan banyaknya alutsista yang datang, TNI AU harus mampu mengimbanginya dengan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) pengawak atau pengoperasinya secara proporsional.

Bertambahnya pesawat, entah jenis tempur, angkut, bahkan drone sekalipun berarti bertambah pula jumlah penerbang, ground crew, hingga SDM.

"Apalagi penerbang. Ini cukup krusial karena untuk mendidiknya membutuhkan waktu yang lama. Misalnya 1.000 atau 1.500 jam tempur. Ini bukan waktu yang singkat. Mungkin saja membutuhkan waktu hingga 10 atau 15 tahun bagi seorang penerbang untuk menguasai betul pesawatnya. Rasanya ini perlu jadi perhatian khusus bagi pimpinan TNI AU," pungkas Rangga.

Harus diakui, perjuangan TNI AU menjadi Angkatan Udara modern dan kuat yang mampu menjadi perisai sekaligus pedang bagi NKRI, tidaklah mudah.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas