Jelang Sidang Vonis, SYL Pilih Irit Bicara - Anak Buah Lempar Semua Kesalahan pada Eks Mentan
Sidang vonis atau putusan Majelis Hakim soal kasus korupsi di Kementan yang melibatkan Syahrul Yasin Limppo (SYL) akan digelar pada Kamis (11/7/2024).
Penulis: Rifqah
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Sidang vonis atau putusan Majelis Hakim soal kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) yang menyeret eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dijadwalkan pada Kamis (11/7/2024) besok.
Menjelang sidang vonis tersebut, SYL memilih irit bicara dan hanya memohon doa untuk menghadapi putusan Mejelis Hakim besok.
Eks Mentan tersebut, mendelegasikan tim kuasa hukumnya untuk menjawab pertanyaan awak media perihal vonisnya besok.
"Enggak bisa banyak bicara. Makasih ya," kata SYL kepada awak media usai sidang pembacaan duplik, Selasa (9/7/2024).
Sebelumnya, SYL juga sempat meminta doa usai persidangan pembacaan duplik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut.
Adapun, duplik itu merupakan upaya terakhir SYL sebelum divonis besok, Kamis, dalam perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan pada 2020-2023.
"Mohon doanya, makasih banyak, mohon doanya. Sama PH (penasihat hukum) yah, saya enggak bisa berbicara. Terimakasih banyak atas perhatiannya," ujar SYL.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum berharap agar eks Mentan itu dibebaskan dalam putusan Majelis Hakim besok, begitu pun dengan SYL sendiri.
Pasalnya, mereka menilai, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terbukti.
"Kami berharap karena penuntut umum maupun saksi tidak ada fakta sedikitpun yang menunjukan SYL bersalah."
"Saya kira sudah sepantasnya beliau dibebaskan dalam segala tuntutan hukum dari jaksa penuntut umum," ujar penasihat hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen, Selasa.
Baca juga: Kubu SYL dan Jaksa KPK Saling Sindir Jelang Sidang Putusan, Pantun Dibalas Pertanyaan Nurani
SYL melalui tim penasihat hukumnya, meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan putusan bebas kepadanya, sebagaimana yang tertulis di pleidoi.
"Kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan Putusan sebagaimana dalam nota pembelaan atau pleidoi penasihat hukum Tterdakwa yang dibacakan pada hari Jumat tanggal 5 Juli 2024," ujar Djamalluddin Koedoeboen.
Namun, apabila nantinya Majelis Hakim tak membebaskan SYL, Tim Kuasa Hukum berharap putusan seadil-adilnya untuk Eks Mentan itu.
"Kami harap bebas namun bila ada yang lain kami harap putusan seadil-adilnya," kata Koedoeboen.
Sebagaimana diketahui, SYL sebelumnya dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh Jaksa KPK pada Jumat (28/6/2024) lalu.
SYL didakwa oleh KPK menerima uang sebesar Rp44,5 miliar dari hasil memeras anak buah dan direktorat di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Dalam hal ini, jaksa menyakini SYL terbukti bersalah telah melakukan pemerasan terhadap anak buahnya di Kementan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata Meyer dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat.
Selain itu, Jaksa juga menuntut SYL membayar denda Rp500 juta, apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan enam bulan kurungan.
SYL juga turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30.000 dollar Amerika Serikat (AS) subsider empat tahun kurungan.
Anak Buah Lempar Semua Kesalahan ke SYL
Dalam sidang pembacaan duplik, Selasa, anak buah SYL melemparkan semua kesalahan kepada atasannya itu terkait korupsi di lingkungan Kementan.
Sebab, merasa tidak menerima manfaat dari perintah-perintah SYL, termasuk untuk mengumpulkan uang dari para pejabat Kementan.
Dalam duplik itu, anak buah SYL, Kasdi Subagyono merasa terancam sehingga terpaksa menuruti semua perintah SYL, karena takut membuat SYL marah.
Kasdi sendiri merupakan bawahan SYL yang juga menjadi salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan bersama SYL.
"Begitu banyak di Kementan yang terpaksa melakukan dan menuruti perintah atasan ini karena ada ancaman dan keterpaksaan di luar kehendaknya," ujar penasihat hukum Kasdi, Efendi Simanjuntak, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa.
"Adanya keterpaksaan karena takut Syahrul Yasin Limpo akan marah, takut dipindah tugaskan, demosi jabatan, atau dinonjob kan," tambahnya.
Maka dari itu, pihak Kasdi menilai, SYL semestinya bertanggung jawab atas perintah-perintah yang ia berikan tersebut.
"Di samping terdakwa juga tidak menerima keuntungan materiil apapun dari melaksanakan perintah tersebut, maka terdakwa bukanlah pihak yang harus bertanggung jawab secara pidana dalam perkara ini."
"Tetapi, atasan yang menyuruhlah yang harus bertanggung jawab secara pidana," kata Efendi.
Menurut Efendi, kondisi terpaksa itu sudah meniadakan unsur kesalahan, sehingga pihak Kasdi bersikukuh dalam pleidoi agar dibebaskan dari tuntutan enam tahun penjara.
"Berdasarkan uraian tersebut di atas, kami penasihat hukum menyatakan tetap pada nota pembelaan penasihat hukum, maupun pembelaan pribadi terdakwa sebagaimana dituangkan dalam nota pembelaan atau pleidoi pada 5 Juli 2024," ujar penasihat hukum Kasdi tersebut.
Kasus Korupsi SYL hingga Didakwa Terima Gratifikasi Rp44,5 Miliar
Sebagai informasi, dalam perkara korupsi ini, SYL didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar yang diperoleh selama periode 2020 hingga 2023.
Dalam aksinya tersebut, SYL disebut tak sendiri, ia dibantu oleh eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.
"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata Jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
SYL memperoleh uang tersebut dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Kemudian, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp16,6 miliar.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah/Ashri Fadilla/Theresia Felisiani)