Kerugian Dugaan Mark Up Impor Beras Capai Rp2,7 T, Presiden Jokowi dan KPK Diminta Bertindak
Berdasarkan data yang ditemukan, diperoleh informasi rata-rata harga yang dikenakan (Bulog)untuk beras seharga USD 660/ton cost, insurance, and freigh
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta Presiden Joko Widodo dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera bertindak menyikapi dugaan penggelembungan atau mark up harga impor beras.
"Skandal mark up impor beras berpotensi mencoreng Jokowi. Pasalnya, taksiran nilai korupsi mencapai lebih dari Rp 2,7 triliun," kata dia dalam keterangannya pada Minggu (14/7/2024).
SDR telah melaporkan skandal mark up impor beras ke KPK.
Berdasarkan data yang ditemukan, diperoleh informasi rata-rata harga yang dikenakan (Bulog)untuk beras seharga USD 660/ton cost, insurance, and freight (CIF).
“Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024 RI sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai USD371,60 juta. Berarti Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata USD 655/MT CIF Indonesia,” kata dia.
Baca juga: 4 Bulan Berlalu, Kasus Korupsi LPEI Rp2,5 Triliun yang Dilaporkan Sri Mulyani Mandek di Kejagung
Untuk itu, dia meminta pemerintah dan aparat penegak hukum segera memproses hal ini.
“KPK dapat segera memeriksa Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) dan Bulog terkait dugaan skandal mark up impor beras,” tambahnya.
Bulog dan Bapanas Dilaporkan ke KPK
Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7/2024), atas dugaan penggelembungan harga beras impor.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perusahaan Umum (Perum) Bulog dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penggelembungan harga beras impor.
Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto selaku pelapor mengatakan, jumlah beras yang diimpor itu 2,2 juta ton dengan selisih harga mencapai Rp 2,7 triliun.
“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up,” kata Hari saat ditemui awak media usai membuat laporan di kantor KPK.
Baca juga: SETARA Institute Kritik Usulan Penghapusan Larangan Prajurit Berbisnis Dalam Revisi UU TNI
Hari menuturkan, pihaknya mendapatkan data penawaran dari perusahaan Vietnam, Tan Long Group yang menawarkan 100.000 ton beras dengan harga 538 dollar Amerika Serikat (AS) per ton dengan skema free on board (FOB) dan 573 dollar AS per ton dengan skema cost, insurance, and freight (CIF).
Dalam skema FOB, biaya pengiriman dan asuransi menjadi tanggungan importir.
Sementara, dalam CIF biaya pengiriman hingga bongkar muat kargo ditanggung eksportir.