Ketua Komisi I DPR Sebut Usulan Prajurit Boleh Berbisnis Tidak Masuk ke Draf RUU TNI
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengatakan usulan agar prajurit TNI diperbolehkan berbisnis tidak masuk ke dalam draf RUU TNI.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar prajurit TNI diperbolehkan berbisnis yang masuk ke dalam draf RUU TNI menjadi sorotan. Belakangan, Ketua Komisi I DPR RI memberikan bantahan mengenai informasi tersebut.
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengatakan usulan agar prajurit TNI diperbolehkan berbisnis tidak masuk ke dalam draf RUU TNI.
Menurutnya, TNI tidak diperbolehkan berbisnis.
"Tidak ada (prajurit TNI boleh berbisnis) di draf," ujar Meutya saat dikonfirmasi, Senin (15/7/2024).
Meutya menyampaikan bahwa prajurit TNI aktif tidak boleh berbisnis. Dia bilang, bisnis yang diperbolehkan hanyalah berbentuk koperasi yang resmi.
"Tidak boleh berbisnis. Jika bentuk koperasi resmi masih dimungkinkan untuk kesejahteraan prajurit saja. Tapi bisnis tidak boleh," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, SETARA Institute mengkritik revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) yang saat ini tengah berproses baik di Pemerintah maupun DPR.
Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie menyatakan Revisi UU TNI mengalami perkembangan yang mengkhawatirkan dalam penambahan muatan-muatan pasal usulan perubahannya.
Ia mencatat perubahan tersebut dari semula hanya dua Pasal, yakni Pasal 47 mengenai jabatan sipil dan Pasal 53 mengenai batas usia dinas keprajuritan, di antaranya bertambah dengan Pasal 39 mengenai larangan bagi prajurit TNI untuk berbisnis.
"Sorotan utama terdapat dalam usulan perubahan pada dua Pasal, yakni Pasal 39 melalui penghapusan larangan berbisnis bagi prajurit TNI dan Pasal 47 yang membuka ruang perluasan bagi prajurit TNI untuk menduduki jabatan sipil tanpa melalui mekanisme pensiun dini," kata Ikhsan ketika dikonfirmasi Tribunnews.com pada Minggu (14/7/2024).
"Usulan perubahan pada dua Pasal ini berpotensi memutarbalikkan arah reformasi militer dan cita-cita amanat reformasi yang selama ini terus dirawat," sambung dia.
Ia juga memandang usulan perubahan pada Pasal-pasal tersebut juga kontradiktif dan tidak relevan dengan upaya penguatan TNI dalam menghadapi perkembangan spektrum ancaman yang semakin luas yang diwujudkan melalui usulan perubahan lainnya mengenai perincian ruang lingkup dan definisi ketentuan Operasi Militer untuk Perang dalam Pasal 7.
Untuk itu, kata dia, SETARA Institute memberikan sejumlah catatan atas muatan-muatan usulan perubahan dalam Revisi UU TNI.