20 Tahun Perjuangan Terancam Sia-sia, 4 Lembaga Negara HAM Desak DPR Segera Sahkan RUU PPRT
Perjuangan para pembela hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT) terancam sia-sia bila RUU PPRT tak segera disahkan DPR.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Endra Kurniawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perjuangan para pembela hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT) terancam sia-sia bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tidak disahkan oleh anggota DPR RI pada periode 2019 sampai 2024 di masa sidang yang tersisa dua bulan ke depan.
Hal tersebut karena empat lembaga negara Hak Asasi Manusia (HAM), yakni Komnas Perempuan, Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas Disabilitas mencatat RUU tersebut akan dikategorikan sebagai RUU non-carry over atau harus dimulai kembali melalui tahap perencanaan di DPR RI periode 2024 sampai 2029.
Itu bisa terjadi bila tidak ada satu nomor Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang disepakati pada sisa waktu periode legislatif saat ini berdasarkan ketentuan UU.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy mengatakan minimal RUU tersebut dapat dibahas bersama pemerintah dan DPR di tingkat I.
Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers bertajuk Merespons 20 Tahun RUU PPRT Berproses di DPR di kantor Komnas Perempuan Jakarta pada Jumat (19/7/2024).
"Kami berharap disahkan. Kalau tidak sampai disahkan, minimal dibahas tingkat I. Kenapa harus ada target minimal ini? Supaya dia tidak bukan non carry over begitu lho. Nanti seperti (tagline) di SPBU, kita mulai dari nol ya," kata Olivia.
"Bukan sesuatu perkara yang mudah, 20 tahun harus mulai dari nol 20 tahun nih. 20 tahun perjalanan itu dan memulai dari nol," sambung dia.
Ia menduga semua alasan pemberatan yang kemudian membuat pembahasan RUU tersebut berlarut-larut selama 20 tahun karena para pemberi kerja, termasuk para anggota legislatif yang sekarang bertugas, takut terdampak bila RUU tersebut disahkan sebagai UU.
Baca juga: Sebanyak 80 Juta Orang Diperkirakan Terdampak Bila RUU PPRT Tidak Segera Disahkan DPR
Ia pun mengajak para anggota DPR untuk melihat dari substansi RUU tersebut yang tidak memuat konsekuensi pidana.
"Tidak ada yang dipidanakan di sini. Sudah sangat minimal yang diminta dari teman-teman PRT. Apa yang ditakutkan oleh para pemberi kerja sudah dinimalisir bahkan tidak ada dalam DIM terakhir yang disampaikan pemerintah," kata dia.
"Sehingga seharusnya tidak ada kekhawatiran untuk menunda ini dibahas. Dan bila perlu ditetapkan. Mau tunggu berapa tahun perjuangan ini?" sambung dia.
Upaya Lobi
Olivia menjelaskan pihaknya telah melakukan sejumlah upaya di antaranya melobi para pemangku kepentingan di Senayan.
Komnas Perempuan sendiri, kata dia, telah menyurati Ketua DPR RI Puan Maharani sejak tiga bulan lalu untuk membuka pintu dialog terkait urgensi disahkannya RUU tersebut.
Akan tetapi, kata dia, sampai saat ini pihaknya masih menunggu konfirmasi kapan mereka bisa diterima untuk berdiskusi soal itu.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga telah menyurati seluruh fraksi di DPR terkait hal tersebut.
Tiga fraksi di antaranya yang telah bertemu dengan mereka antarai lain Fraksi PAN, NasDem, dan PDIP.
"Semua fraksi menyatakan memberikan dukungan untuk ini bisa dibahas, ditetapkan, dan disahkan. Tetapi ada juga yang menyampaikan bahwa ada prioritas tumpukan RUU yang memang harus disahkan dalam waktu yang juga singkat ini," kata dia.
"Dari setiap pertemuan dengan fraksi kami selalu berharap, karena ini dia sudah menjadi usul inisiatif, langkah pembahasan tingkat pertama harus dilakukan. Tidak kemudian ngambang, tidak ada satu langkah maju," sambung dia.
Baca juga: Banyak Pekerja Rumah Tangga Disandera Haknya, PBNU Minta RUU PPRT Segera Disahkan
Selain itu, kata dia, dua fraksi lainnya yakni PKB dan PKS juga telah menyatakan kesediaan untuk menerima Komnas Perempuan berdiskusi terkait hal itu.
Akan tetapi, kata dia, waktunya terbentur dengan pelaksanaan haji kemarin dan masa reses.
"Sehingga kami menunggu waktu berikutnya ini, setelah reses masuk di awal Agustus untuk mengonfirmasi ulang pertemuan dengan fraksi PKB maupun PKS. Jadi semua fraksi di DPR kami surati untuk kami bisa dialog bersama dengan para fraksi tersebut," kata dia.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan pihaknya juga telah menyurati Puan sejak Maret 2024 lau.
Tak hanya itu, setiap bulan pihaknya mengkonfirmasi setidaknya lebih dari tiga kali terkait dengan jadwal untuk bisa bertemu dengan Puan.
"Tetapi sampai hari ini memang belum diberikan waktu untuk bisa menerima agar ini didiskusikan. Tetapi tidak apa-apa. Nanti akan kami sampaikan kembali suratnya, mungkin tidak sendiri Komnas HAM tetapi secara bersama-sama dengan teman-teman Lembaga Negara HAM yang lain," kata dia.
Selain itu, kata dia, sepanjang tahun 2023 Komnas HAM juga melakukan serangkaian upaya terkait pengesahan RUU tersebut.
Satu di antaranya, kata dia, Komnas HAM menginisiasi Pawai HAM untuk Percepatan RUU PPRT pada Februari tahun 2023.
Kegiatan tersebut mengundang semua Lembaga Negara HAM dan empat kementerian atau lembaga yakni Kemenko Polhukam, Kementerian PPPA, Kemenkumham, dan juga Kementerian Ketenagakerjaan.
"Kebetulan tiga menterinya hadir saat itu. Artinya desakan itu juga dilakukan oleh lembaga yang lain," kata dia.
Bakal Surati Serentak
Empat lembaga negara tersebut juga akan melakukan sejumlah langkah untuk mendesak DPR membahas, menetapkan, dan mengesahkan RUU tersebut segera.
Langkah tersebut di antaranya adalah dengan menyurati Ketua DPR secara bersama-sama guna berdiskusi terkait dengan urgensi disahkannya RUU tersebut.
Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang meyakini Ketua DPR RI memiki empati terhadap PRT yang selama ini banyak menjadi korban tindak kekerasan.
Baca juga: Desak RUU PPRT Disahkan, Pekerja Rumah Tangga Aksi Pasang Jemuran di DPR
Selain itu, kata dia, terhadap pemberi kerja di mana ketika RUU PPRT belum disahkan banyak pemberi kerja yang mungkin kecewa dengan kualitas pekerja rumah tangganya.
"Oleh karena itu sekali lagi kita ingin menegaskan bahwa ketika RUU PPRT ini disahkan, yang dilindungi adalah pemberi kerja dan pekerja rumah tangga itu sendiri. Karena itu ini menjadi concern kita bersama," kata dia.
Dalam konferensi pers tersebut hadir pula Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dan Komisioner KND Fatimah Asri Mutmainah.
(*)