Pakar Hukum Tanggapi Vonis Karen Agustiawan, Sebut KPK Harusnya Perintahkan Ini ke Pertamina
Yusri mengatakan KPK seharusnya berani memerintahkan Pertamina membatalkan pembayaran 5,5 Kargo LNG ke Corpus Christi Liquefaction, LLC.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan vonis 9 tahun penjara terhadap mantan Dirut PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan pada 24 Juni 2024 silam.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan KPK seharusnya berani memerintahkan Pertamina membatalkan pembayaran 5,5 Kargo LNG ke Corpus Christi Liquefaction, LLC, jika meyakini Karen bersalah.
"Jika KPK yakin ada kerugian negara sebesar USD 113,84 juta atau setara sekitar Rp 1,8 triliun, maka kami sarankan KPK bisa melakukan upaya paksa menyelamati kerugian negara dengan menyurati Pertamina agar tidak membayar invoice sekitar 5,5 kargo LNG ke Corpus Cristi," ujarnya dalam keterangan yang diterima pada Minggu (28/7/2024).
Menurut dia, setiap tahun CCL mensuplai Pertamina 18 kargo LNG hingga tahun 2039. Menurut Yusri, volume untuk 1 kargo LNG setara 3,5 juta MMBTU dengan asumsi harga LNG Cheniere, induk usaha CCL adalah USD 6 per MMBTU.
"Sehinga nilai pemotongan adalah 3,5 juta × USD 6 × 5,5 kargo = USD 115,5 juta," ujarnya.
Yusri membandingkan, KPK pernah meminta Pertamina agar menghentikan pembayaran kargo Woodside kepada PT PGN Tbk sekitar September 2022.
Isi rekomendasi KPK ke Pertamina, agar BUMN itu tidak menyerahkan 6 kargo LNG portofolio Pertamina dari Woodside kepada PT PGN Tbk yang terlanjur terikat kontrak dengan Gunvor Ltd Singapore.
Menurut Yusri, jika KPK meyakini Karen bersalah, bisa melakukan hal yang sama seperti dengan kontrak PGN dan Gunvor tadi.
"Apalagi Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu kepada media pernah bilang, pihak KPK akan mengejar CCL dan meminta mereka menyerahkan uang pengganti," katanya.
Di tempat terpisah, praktisi hukum Augustinus Hutajulu menyampaikan bahwa selama pemeriksaan saksi dan proses pengadilan, pihak CCL ternyata tidak pernah dihadirkan dan dimintai keterangan.
Menurutnya, Corpus tidak pernah didengar di persidangan dan bukan sebagai terdakwa.
Menurut Augustinus, KPK bisa mengejar uang pengganti ke CCL, jika pengadilan AS juga mengadili CCL.
"Itu bisa jika AS sebut dia (CCL) korupsi juga. Dia diadili di AS sana, dia dinyatakan korupsi. Baru bisa. Ini kan tidak. Jadi saksi pun tidak, sepanjang yang saya tahu," katanya.
Augustinus juga mengatakan bahwa, harusnya penyidik dapat memintai keterangan pihak Corpus. Karena penyidik sudah dua kali berangkat ke AS.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.