Wasekjen PMII: Penting untuk Mengawal KPK Agar Tak Jadi Alat Politik
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mendorong KPK untuk terus berbenah.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Wasekjen PMII: Penting untuk Mengawal KPK Agar Tak Jadi Alat Politik di Kasus Dugaan Korupsi Dana Bansos
Glery Lazuardi/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Hasnu menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mesti mendapat 'pengawalan' dalam penanganan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Dia juga meminta kepada KPK agar tidak menjadi alat politik dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.
"Ini kasus lama yang seolah-olah ditarik dalam kepentingan politik praktis demi memuaskan selera orang tertentu, bukan berdiri pada keadilan hukum dan kepastian hukum," kata pria yang juga Calon Ketua Umum PB PMII Periode 2024-2027 dalam keterangannya, Selasa (6/8/2024).
Menurut dia, penting untuk mengkawal ketat upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK agar tidak cuma memenuhi kepentingan tertentu dan tidak berpijak pada keadilan hukum dan kepastian hukum sesuai cita-cita kolektif pendirian KPK sebagai anak kandung Reformasi.
"Kami mendorong agar ke depan, KPK harus dibenah ulang mulai dari pimpinan komisionernya, restorasi kelembagaannya dan mendesain ulang budaya serta etika kelembagaan, agar KPK tidak lagi menjadi alat politik kelompok tertentu," ujarnya.
Belakangan ini, dia menilai kinerja KPK buruk di mata publik.
"Kinerja KPK makin anjlok, indeks prestasinya tak kelihatan. Hal ini diperparah dengan rusaknya standar integritas, profesionalitas, kemudian budaya hukum dan etika hukum didalam tubuh lembaga KPK itu sendiri," ujarnya.
Untuk diketahui, KPK telah memeriksa anggota DPR RI Fraksi PDIP, Herman Hery, sebagai saksi dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) presiden untuk penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada Kementerian Sosial (Kemensos) RI tahun 2020.
6 Juta Paket Sembako
Pihak KPK mengungkap, total ada 6 juta paket sembako bantuan sosial (bansos) Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diduga dikorupsi.
Sebanyak 6 juta paket itu berasal dari penyaluran tahap III, V, dan VI. Dan masing-masing tahap terdapat 2 juta paket sembako.
Adapun modus korupsinya adalah pengurangan kualitas bansos.
"Tahap tiga, lima, dan enam per tahap itu kurang lebih sekitar dua juta paket. Jadi, kalau tiga tahap itu, dikalikan dua juta sekitar enam juta, ya, enam juta paket," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Sementara itu, total nilai proyek untuk tiga tahap penyaluran bansos presiden yang berujung dikorupsi itu nominalnya hampir Rp 1 triliun.
"Untuk nilai kontraknya sendiri totalnya sekitar Rp 900 miliar untuk tiga tahap ya," ungkap Tessa.
Sebagaimana diketahui, KPK mengumumkan sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan bansos presiden tahun 2020.
Tepatnya yaitu terkait bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek pada Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020.
Potensi kerugian keuangan negara sementara akibat korupsi bansos presiden ini mencapai Rp250 miliar.
Perkara yang tengah diusut KPK sekarang merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada tahun 2020.
Operasi senyap tersebut saat itu ikut menyeret Juliari Peter Batubara saat menjabat Menteri Sosial.
Kasus Juliari Batubara sendiri telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Mantan politikus PDIP itu saat ini mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Dalam perkara korupsi bansos presiden ini menjerat pengusaha bernama Ivo Wongkaren (IW) sebagai tersangka.
Kasus bansos presiden juga terungkap dalam dakwaan perkara distribusi Bantuan Sosial Beras (BSB) di Kemensos yang turut menyeret Ivo Wongkaren.
BSB ditujukan kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pada Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2020 untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19.
Bantuan tersebut direncanakan dilaksanakan pada Agustus–Oktober 2020.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, Kemensos juga melaksanakan program bansos presiden di wilayah Jabodetabek.
Ivo terlibat dalam proyek itu dan menjadi salah satu vendor Pelaksana menggunakan PT Anomali Lumbung Artha (ALA).
"Dalam pekerjaan bansos banpres, PT ALA memiliki paket dalam jumlah lebih besar dibandingkan perusahaan lain yang menjadi vendor pekerjaan bansos banpres," sebagaimana dikutip dari surat dakwaan jaksa KPK.
Adapun Ivo Wongkaren telah dinyatakan bersalah dalam kasus distribusi bansos beras untuk KPM pada Program PKH Kemensos.
Dia telah divonis 13 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara, serta uang pengganti Rp120.118.816.820. (glry/ilhm)