Prof Ikrar Nusa Ungkap Perbedaan SBY dengan Jokowi Menjelang Lengser
Menurut Prof Ikrar, SBY tidak memiliki pengaruh terhadap pemerintah berikutnya, sebaliknya Jokowi masih berpengaruh bukan tanpa musabab.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarah mencatat Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo memiliki persamaan menjabat dua periode pemerintahan.
Namun ada banyak perbedaan dari dua pemimpin negeri ini menjelang lengser.
Baca juga: Presiden Jokowi Sebut Posisi Airlangga Hartarto di Kabinet Masih Aman
Hal itu diungkap Guru Besar Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Prof Ikrar Nusa Bhakti saat wawancara dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Gedung Tribun Palmerah, Jakarta, Senin (12/8/2024) malam.
Menurut Prof Ikrar, SBY tidak memiliki pengaruh terhadap pemerintah berikutnya, sebaliknya Jokowi masih berpengaruh bukan tanpa musabab.
“Mengapa demikian? Karena yang namanya Susilo Bambang Yudhoyono tidak seserakah Jokowi. Apa yang saya katakan itu adalah bahwa Susilo Bambang Yudhoyono walaupun pernah terdengar suara bahwa dia juga menginginkan perpanjangan masa jabatan Presiden, tapi gagasan itu tidak pernah dia lakukan menjadi suatu program untuk menjadikan itu sebagai mimpi yang menjadi kenyataan,” katanya.
Baca juga: Jokowi soal Airlangga Mundur: Itu Urusan Internal Partai, Tanyakan ke Golkar
Kedua, Prof Ikrar menilai SBY juga tidak pernah berpikir, apalagi bertindak untuk kemudian menjadikan anaknya Agus Harimurti Yudhoyono ataukah Ibas dipersiapkan menjadi calon Presiden.
Sementara itu, Jokowi satu-satunya Presiden Republik Indonesia yang kemudian menerabas konstitusi, menerabas undang-undang hingga menerabas semua faksun politik.
“Dan kemudian dia tidak peduli apa kata orang, dia tidak peduli kritik orang, pokoknya anak gue harus terpilih. Dan ternyata akhirnya terpilih,” tukasnya.
Prof Ikrar melihat Jokowi tengah berupaya memenangkan anak bungsunya Kaesang Pangarep untuk menjadi pemenang kepala daerah.
Meski Kaesang baru memeroleh elektabilitas 1 persen di Pilkada Jakarta, siasat politik atau strategi politik mulai terlihat di permukaan.
“Anda bisa melihat bagaimana meniadakan calon Kepala Daerah DKI yang memiliki elektabilitas yang tertinggi, yaitu Anies Baswedan yang angkanya 39 persen, dan juga Basuki Tjahaja Purnama yang angkanya itu 30 persen,” ucapnya.
Lebih lanjut, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun yang tadinya mendukung Anies Baswedan kemudian sangat gamblang diyakini akan masuk ke dalam Koalisi Indonesia Maju.
Prof Ikrar menilai Jokowi tokoh paling pintar melakukan politik percitraan.