Kerugian Negara Rp300 T Kasus Korupsi Timah Dibebankan ke Para Terdakwa Disebut Tidak Adil
Ketua asosiasi eksportir timah itu mengatakan, ada ketidakadilan dalam menghitung nilai kerugian negara, termasuk kerusakan lingkungan yang
Penulis: Reza Deni
Editor: Acos Abdul Qodir
Namun, Ichwan mencatat bahwa meskipun ada peningkatan dalam pangsa pasar ekspor, jumlah total hasil penambangan tidak mengalami perubahan signifikan.
"Jumlah total hasil penambangan tidak berubah secara signifikan sebelum dan sesudah kerja sama smelter," tambahnya.
Data menunjukkan bahwa ekspor logam Indonesia tetap stabil sekitar 80.000 ton pada tahun 2017 dan menurun sedikit menjadi sekitar 79.000 ton pada tahun 2019.
Ini, lanjut dia, bisa dicapai berkat program kemitraan dengan penambang rakyat dengan membeli timah hasil penambangan mereka.
Ichwan Zuwardi menjelaskan bahwa perusahaan memiliki Program SHP (Sisa Hasil Pengolahan) adalah upaya untuk mengambil sisa hasil dari bekas tambang.
"Program SHP tidak melibatkan kegiatan penambangan baru. Hasil dari SHP berupa pasir timah dengan kadar rendah," ungkap Ichwan.
Menurutnya, pasir timah dengan kadar rendah tersebut memerlukan proses tambahan untuk meningkatkan kadarnya, yang dikenal dengan istilah washing.
"Proses washing untuk meningkatkan kadar timah dalam pasir memerlukan biaya sekitar 100-200 US$ per ton," kata Ichwan.
Biaya ini mencerminkan tantangan dalam mengolah pasir timah yang dihasilkan dari Program SHP sebelum dapat digunakan dalam produksi logam timah.
Ketika ditanya tentang rencana reklamasi area bekas tambang, Ichwan menyebutkan, reklamasi tidak bisa serta merta langsung dilakukan. Ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan reklamasi area bekas tambang rakyat.
"Saya tidak dapat memastikan apakah seluruh area reklamasi seluas 400 hektar merupakan area yang ditambang oleh mitra penambangan PT Timah atau area SHP."
Dia menjelaskan alasan area SHP belum diprioritaskan untuk reklamasi adalah karena masih terdapat nilai keekonomian dari pasir timah yang dihasilkan.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa jika area SHP direklamasi terlalu cepat, masyarakat mungkin akan membuka kembali area tersebut untuk mendapatkan sisa timah yang belum diolah.
Dengan fakta tersebut, tak heran banyak yang meragukan kebernaran soal perhitungan kerugian negara yang bernilai fantastis mencapai Rp 300 triliun itu.