Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rancangan Permenkes Kemasan Polos Dinilai Berdampak ke Industri, Ini Alasannya 

Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menyoroti Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. 

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Rancangan Permenkes Kemasan Polos Dinilai Berdampak ke Industri, Ini Alasannya 
Freepik
Ilustrasi. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menyoroti Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. 

Salah satu yang disoroti adalah terkait pengaturan kemasan polos untuk produk tembakau dan rokok elektronik. 

Dalam UU 17/2023 maupun aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tidak ada larangan penggunaan merek dagang dan desain pada kemasan produk. 

Di samping itu, PP 28/2024 juga tidak memberi mandat aturan turunan untuk kemasan polos tanpa merek seperti yang tertuang dalam RPMK ini.

Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Suryadi Sasmita, mengusulkan agar Permenkes tersebut dievaluasi dan ditinjau kembali sebelum dirumuskan. 

Selain itu, ia juga meminta pelibatan kalangan IHT dalam pembahasan aturan tersebut.

BERITA REKOMENDASI

"Harus ada keterlibatan dua belah pihak yang secara seimbang. Jangan sampai hanya memenangkan satu dengan yang lain. Karena situasi Indonesia saat ini sedang cukup kompleks," kata Suryadi melalui keterangan tertulis, Jumat (6/9/2024).

Ia menyatakan terdapat perbedaan situasi negara lain dengan Indonesia, di mana Indonesia memiliki mata rantai IHT dengan tenaga kerja signifikan. 

Suryadi melanjutkan, persoalan aturan ini akan berdampak besar terhadap keberlangsungan IHT serta pekerja terkait seperti petani tembakau-cengkeh, produsen rokok, sampai buruh pekerja IHT dan peritel. 

"Kita apresiasi upaya Kemenkes mengadakan public hearing. Tapi perlu dipertimbangkan bahwa kondisi Indonesia berbeda dengan negara lain, misalnya ASEAN. Data kita ada 6 juta tenaga kerja dalam IHT yang akan terdampak,” pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi, menambahkan wacana kemasan polos dikhawatirkan memperburuk situasi rokok ilegal yang semakin marak belakangan ini. 

Hal ini dinilai akan menciderai industri lebih jauh dan juga berimbas terhadap penurunan penerimaan cukai negara yang ikut merosot tajam. 

"Nanti rokok ilegal yang akan makin bertebaran di pasaran. Rokok ilegal kan gak pakai kemasan apapun jadi. Nah kemudian secara umum, makin ketatnya regulasi di sektor ini ya akan makin berat bagi industri,” katanya. 

Mewakili GAPRINDO, Benny menyatakan pihaknya sepakat untuk mencegah akses pembelian produk tembakau untuk anak-anak yang telah dilakukan melalui sejumlah inisiatif bertajuk ‘Cegah Perokok Anak’. 

"GAPRINDO sudah melakukan tindakan langsung untuk mencegah perokok anak, mulai dari (sosialisasi melalui) website cegah perokok anak, poster, dan upaya lainnya," tutur Benny. 

Ia juga mengingatkan bahwa Cukai Hasil Tembakau (CHT) masih menjadi penyumbang penerimaan cukai terbesar di Indonesia.

Pada tahun 2023, penerimaan negara dari CHT mencapai Rp213,48 triliun. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas