Mahfud MD: Pelemahan KPK Mulai Terjadi saat Era Pemerintahan Jokowi Jilid I
Mahfud menegaskan pelemahan KPK sudah mulai terjadi saat era pemerintahan Jokowi jilid I. Ini penjelasannya.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai terjadi pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jilid pertama.
Mahfud mengungkapkan, secara lebih rinci, lembaga antirasuah mulai lemah dalam wewenangnya sejak tahun 2017.
"KPK itu ditakuti orang paling nggak lah tahun 2016, 'woy KPK woy, takut semua. Awas KPK, pada takut semua.'"
"Mulai mengendor itu, kalau secara institusional, kalau saya mencatatnya, 2017 itu," katanya dalam siniar atau podcast di kanal YouTube Novel Baswedan, dikutip pada Sabtu (14/9/2024).
Sebenarnya, kata Mahfud, sudah ada pelemahan KPK pada tahun 2015 lewat revisi UU KPK.
Namun, sambungnya, Jokowi mengatakan tidak akan melakukan revisi tersebut di tengah pengumuman KPK mentersangkakan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal Pol. (Purn.) Budi Gunawan.
Budi Gunawan sempat diumumkan menjadi tersangka korupsi saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Submber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.
Namun, saat diumumkan sebagai tersangka oleh KPK, Budi Gunawan justru dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test oleh Komisi III DPR sebagai calon Kapolri.
"Pertama, awal pemerintahan Pak Jokowi itu tahun 2015, sudah ada rencana merombak KPK. Lalu, Pak Jokowi mengatakan, saya tidak ada rencana sama sekali untuk melakukan revisi Undang-Undang KPK," katanya.
"Nah terus sesudah itu, tahun 2019 itu (revisi UU KPK). Jadi pelemahan yang sesungguhnya secara struktural resmi itu, ya ketika 2017 itu lahir perubahan UU KPK itu," sambung Mahfud.
Baca juga: PKB Sebut Penggeledahan KPK di Rumah Kakak Kandung Cak Imin Bukan Hal yang Luar Biasa
Kendati demikian, Mahfud mengakui bahwa secara logika, revisi UU KPK perlu dilakukan karena dinilai berbagai pihak menjadi institusi superbody dan memiliki kewenangan berlebihan dalam penindakan korupsi.
Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut adanya revisi UU KPK juga menjadi pelemahan lembaga antirasuah karena kewenangan yang sebelumnya membuat para pelaku korupsi ketakutan justru dicabut.
Karena itu, Mahfud menganggap revisi UU KPK justru membuat kasus korupsi semakin parah daripada saat rezim Orde Baru.
"Nah itu yang terjadi dengan Undang-Undang (KPK) yang terakhir. Sehingga pada saat itu, korupsi semakin masif."
"Saya berani mengatakan dan berani membuktikan, jauh lebih parah (korupsi sekarang) dari era Orde Baru secara kuantitatif maupun kualitatif," tegasnya.
Lebih lanjut, Mahfud juga mengatakan bahwa pelemahan KPK turut menjadi faktor turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia.
Sebagai informasi, skor IPK Indonesia sebesar 34 dan duduk di peringkat 115 pada tahun 2023, berdasarkan rilis dari Transparency International yang diumumkan pada 30 Januari 2024 lalu.
Salah satu pelemahan KPK yang dilihat oleh Mahfud adalah dimasukkannya lembaga antirasuah ke rumpun eksekutif.
Selain itu, saat akan melakukan penindakan, KPK harus berkonsultasi dulu kepada presiden alih-alih hanya memberitahukan bahwa telah ada penetapan tersangka.
"(KPK) Tak lagi independen karena setiap rencana penindakan atau apa yang besar-besar itu dikonsultasikan ke presiden, bukan diberitahukan."
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)