Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Berpihak ke Industri Tembakau

Komunitas Kretek memohon kepada pemerintahan baru Prabowo-Gibran untuk berpihak terhadap industri tembakau. 

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Berpihak ke Industri Tembakau
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (27/12/2023). Pemerintah berencana menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10 persen mulai 1 Januari 2024 yang akan berdampak terhadap harga jual eceran rokok di masyarakat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komunitas Kretek memohon kepada pemerintahan baru Prabowo-Gibran untuk berpihak terhadap industri tembakau

Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin, mengatakan harapan ini disampaikan di tengah mengemukanya sejumlah regulasi yang membatasi industri tembakau

"Sudah semestinya pemerintah baru nanti berpihak kepada industri tembakau karena sektor ini sudah sekian lama mengalami penderitaan. Padahal, cukainya sangat diandalkan," ujar Khoirul melalui keterangan tertulis, Senin (24/9/2024).

Salah satu regulasi yang mendapatkan sorotan, adalah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang berencana mengatur kemasan rokok polos tanpa merek.

Khoirul menilai berbagai penolakan terhadap aturan kemasan rokok polos tanpa merek menandakan bahwa regulasi yang diinisiasi Kementerian Kesehatan tersebut dibuat secara terburu-buru. 

Menurutnya, kebijakan ini tidak menunjukkan keberpihakan dan kurang mempertimbangkan pekerja industri tembakau yang akan terdampak. 

Berita Rekomendasi

"Aturan ini jelas akan mengancam ekosistem industri tembakau. Bukan cuma konsumen akan kebingungan, hak ekspresi produsen dimatikan, tapi industri kecil juga akan mati. Produsen tidak akan memiliki brand awareness karena semua kemasan sama," kata Khoirul.

Selain itu, menurut Khoirul, rencana aturan ini dapat mematikan ekosistem industri tembakau yang menyerap 6 juta tenaga kerja. 

Hal ini, kata Khoirul, bertentangan dengan target peningkatan lapangan kerja yang diusung dalam Asta Cita milik Prabowo-Gibran.

Khoirul menambahkan bahwa banyak aturan dalam PP 28/2024 dan RPMK yang dinilai mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). 

Padahal, Indonesia tidak pernah meratifikasi FCTC karena mempertimbangkan peranan industri tembakau di Indonesia bagi ekonomi dan tatanan sosial masyarakat. 

Indonesia juga merupakan salah satu penghasil tembakau terbesar dan menjadi bagian dari sosial ekonomi Indonesia.

Selain itu, keputusan ini juga dinilai tidak sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak merumuskan kebijakan ekstrem yang dapat menimbulkan gejolak di masa transisi pemerintahan. 

Bahkan sebelumnya, Presiden Jokowi juga menekankan untuk menjaga situasi yang kondusif demi stabilitas pembangunan, dalam hal ini menjaga daya beli masyarakat, inflasi, pertumbuhan, keamanan, dan ketertiban.

Baca juga: Kemenperin Ingatkan Kemenkes Atur Regulasi Produk Tembakau Tak Cuma dari Sisi Kesehatan

“Jelas ini akan menjadi beban bagi pemerintahan baru, mengingat pendapatan negara masih bergantung dari cukai rokok," pungkasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas