F-PDR Kecam Keras Pembubaran Diskusi Diaspora oleh Forum Tanah Air
Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR) mengecam keras aksi pembubaran diskusi.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR) mengecam keras aksi barbarian dan premanisme sekelompok orang yang menamakan diri Forum Tanah Air yang membubarkan paksa acara diskusi bertajuk, "Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional" di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9/2024).
"Aksi anarkisme ala preman itu jelas melanggar hukum dan demokrasi serta hak asasi manusia (HAM), yakni kebebasan untuk berekspresi dan berpendapat. Kami mengecam keras tindakan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab itu," kata Ketua Umum F-PDR Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna didampingi Ketua Dewan Pembina F-PDR Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh dan Sekretaris Jenderal F-PDR Rudi S Kamri di Jakarta, Minggu (29/9/2024).
Ironisnya, menurut Bernard Kent Sondakh, di sekitar lokasi acara sebenarnya ada aparat kepolisian, namun mengapa mereka melakukan pembiaran sehingga aksi barbarian ala preman itu terjadi? "Ini sangat kami sesalkan," cetus Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) 2002-2005 itu.
Agus Supriatna menambahkan, sesuai prinsip "equality before the law" (kesetaraan di muka hukum), maka para pelaku persekusi terhadap para pembicara dan peserta diskusi tersebut harus diproses secara hukum. Apalagi kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
"Tak ada alasan bagi polisi untuk tidak memproses hukum kasus tersebut, sekaligus sebagai koreksi karena aparat keamanan di lapangan telah melakukan pembiaran. Bila perlu aparat yang melakukan pembiaran itu dilakukan pemeriksaan secara internal," pinta Agus Supriatna yang juga Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) 2015-2017.
Jika tidak dilakukan proses hukum, kata Agus, maka akan menjadi preseden buruk ke depannya, dan Indonesia sebagai negara hukum akan dianggap sebatas jargon belaka. "Supremasi hukum harus ditegakkan, jika Indonesia sebagai negara hukum tidak ingin dilecehkan," tegasnya.
Kebebasan berbicara, berkumpul, berpendapat dan berekspresi, lanjut Agus, jelas dijamin oleh konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang pemenuhannya telah diperjuangkan oleh gerakan Reformasi 1998.
"Jika masih ada persekusi terhadap kebebasan berkumpul dan berpendapat, maka itu sama saja dengan kemunduran bagi demokrasi dan perlindungan HAM. Ironisnya, kemunduran demokrasi ini terjadi semakin parah di era Presiden Jokowi," tambah Rudi S Kamri.
Pimpinan F-PDR kemudian mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto untuk menginstruksikan jajarannya agar memproses hukum kasus persekusi itu secara profesional dan tidak pandang bulu.
"Suara-suara kritis tak boleh dibungkam dengan persekusi. Kapolri dan Kapolda Metro Jaya harus menginstruksikan jajarannya agar bertindak profesional, jangan tebang pilih terhadap mereka yang berada di pihak pemerintah. Polri adalah alat negara, bukan alat penguasa," tandas Agus Supriatna.