Hakim Nilai Klaim Gazalba Saleh Temukan Batu Permata di Australia Tidak Bisa Diterima Akal Sehat
Klaim Hakim Agung Gazalba Saleh mengaku menemukan batu permata di Australia saat dirinya sedang berkebun tidak bisa diterima dengan akal sehat.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menilai klaim Hakim Agung Gazalba Saleh mengaku menemukan batu permata di Australia saat dirinya sedang berkebun tidak bisa diterima dengan akal sehat.
Hal itu Fahzal ungkapkan ketika membacakan pertimbangannya atas vonis yang dijatuhkan terhadap Hakim Agung nonaktif itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Gazalba Saleh sebelumnya mengaku membeli sejumlah aset properti dan kendaraan Toyota Alphard dari hasil penjualan batu permata yang ia temukan ketika bekerja di Australia.
Batu permata itu menurut Gazalba dijual di Singapura senilai 75 ribu dollar Singapura.
"Menimbang bahwa keterangan terdakwa terkait sumber mata uang asing tersebut Majelis hakim menilai bahwa keterangan terdakwa tersebut adalah keterangan yang tidak lazim yang tidak dapat diterima dengan akal sehat," ucap Hakim Fahzal.
Baca juga: Hakim Agung Gazalba Saleh Langsung Banding Sikapi Vonis 10 Tahun Penjara Terkait Gratifikasi di MA
Selain itu, Gazalba menurut Hakim juga tidak bisa menunjukkan bukti berupa dokumen pada saat membawa batu permata itu melintasi Imigrasi Australia dan Indonesia maupun Singapura.
Tak hanya itu, Gazalba Saleh tidak bisa menunjukkan bukti sertifikat dan cara memperoleh sertifikat keaslian permata tersebut sebagai bukti bahwa barang itu memiliki nilai ekonomis dan bisa diperjualbelikan.
"Bahkan terdakwa tidak dapat menunjukkan adanya dokumen terkait penjualan batu permata di Singapura serta bukti deklarasi membawa mata uang asing melintasi negara atau Imigrasi Singapura dan Indonesia terkait uang sebesar 75 ribu Dollar Singapura Hasil penjualan batu permata di Singapura," katanya.
Gazalba Saleh Divonis 10 Tahun Penjara
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis terhadap Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menilai Gazalba Saleh terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) secara bersama-sama.
Baca juga: Gazalba Saleh Soal Tuduhan Jaksa Terima SGD 18.000 dari Ahmad Riyadh: Fitnah Serampangan
Penilaian Majelis hakim itu berdasarkan dakwaan kumulatif pertama dan kedua yang sebelumnya dijatuhi Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Gazalba Saleh oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sejumlah Rp 500 juta," kata Hakim Fahzal.
Adapun vonis yang dijatuhi terhadap Gazalba ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta Gazalba dihukum 15 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Jaksa KPK menilai Gazalba Saleh terbukti menerima gratifikasi serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Jaksa juga menuntut Gazalba Saleh dihukum pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 18.000 dolar Singapura dan Rp 1.588.085.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan inkrah.
Apabila dalam jangka waktu tersebut Gazalba Saleh tidak mampu membayar, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal Gazalba tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama dua tahun.
Duduk Perkara Korupsi yang Menjerat Gazalba Saleh
Pada tahun 2020, Gazalba menangani perkara peninjauan kembali (PK) atas nama terpidana Jaffar Abdul Gaffar dengan register perkara nomor: 109 PK/Pid.Sus/2020.
Jaffar Abdul Gaffar didampingi oleh Advokat Neshawaty Arsjad yang juga memiliki hubungan keluarga dengan Gazalba.
Pada 15 April 2020, PK tersebut dikabulkan Gazalba.
Atas pengurusan perkara dimaksud, Neshawaty dan Gazalba menerima uang sebesar Rp 37 miliar dari Jaffar Abdul Gaffar.
Gazalba sebagai hakim agung dari tahun 2020–2022 disebut telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika Serikat (AS), serta Rp9.429.600.000.
Gazalba Saleh dinilai melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Gazalba juga diduga melakukan TPPU. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani pada tahun 2020–2022.
Edy Ilham Shooleh merupakan kakak kandung Gazalba yang namanya dipakai untuk membeli mobil Toyota Alphard.
Sedangkan Fify Mulyani merupakan teman dekat Gazalba yang namanya digunakan untuk membeli rumah di Sedayu City At Kelapa Gading.
Gazalba disebut membeli di antaranya satu unit kendaraan Toyota New Alphard 2.5 G A/T warna hitam; sebidang tanah atau bangunan di Jalan Swadaya II, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan sebagaimana Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 288; sebidang tanah atau bangunan di Tanjungrasa, Bogor, sebagaimana SHM Nomor 442; tanah atau bangunan di Citra Grand Cibubur sebagaimana SHM Nomor 7453.
Kemudian membayarkan pelunasan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) satu unit rumah di Sedayu City At Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur serta menukarkan mata uang asing berupa dolar Singapura sejumlah 139.000 dolar Singapura dan 171.100 dolar AS yang keseluruhannya sebesar Rp3.963.779.000.
Atas perbuatan ini, Gazalba Saleh dinilai melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.