Haikal Hassan Vs Mahfud MD Soal Sertifikasi Halal: Bagaimana Jika Membeli Kambing, Buku, dan Laptop?
Melalui akun Twitter-nya, Mahfud MD menilai bahwa penjelasan Haikal tentang sertifikasi halal adalah salah dan tidak realistis.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam beberapa hari terakhir, pernyataan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hassan, terkait kewajiban sertifikasi halal bagi semua produk yang beredar di Indonesia, menimbulkan banyak kontroversi.
Pernyataan ini tidak hanya mendapatkan sorotan tajam dari warganet, tetapi juga dari mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD.
Melalui akun Twitter-nya, Mahfud MD menilai bahwa penjelasan Haikal tentang sertifikasi halal adalah salah dan tidak realistis.
Mahfud menyampaikan bahwa pernyataan tersebut bisa mempersulit dinamika perdagangan di Indonesia, yang kaya akan beragam produk.
Ia mempertanyakan apakah semua produk, termasuk laptop dan buku, harus bersertifikat halal.
"Keberagaman adalah hal penting. Tidak semua barang yang diperjualbelikan di negara ini adalah produk halal," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hassan mengeluarkan pernyataan kontroversi terkait seluruh produk diperjualbelikan di Indonesia wajib bersertifikat halal sebagaimana diatur Undang-Undang (UU).
Menurut dia, semua produk baik makanan, minuman, obat, kosmetik, fashion, hingga sembelihan harus mencantumkan sertifikat halal.
“Makanan di hotel, restoran, dan kafe wajib hukumnya bersertifikat halal,” ujar Haikal.
Haikal menyatakan semua barang olahan harus bersertifikasi halal. “ Pokoknya yang menempel di badan kita akan kita upayakan,” ucapnya.
Tak Urus Sertifikasi Halal Bisa Disanksi Penutupan Usaha
Pemerintah mewajibkan sertifikasi halal kepada para pelaku usaha mulai Oktober 2024, mengacu pada Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Pengusaha yang melanggar dan tidak mengurus sertifikasi halal atas produk yang diperdagangkan, bisa diancam sanksi penutupan usaha.
"Tolong semua produk yang ada yang beredar, yang masuk, yang diperjualbelikan di wilayah Republik Indonesia wajib bersertifikat halal. Itu (amanat) undang-undang. Jadi gimana-gimana, ya musti begitu ya," ujar Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hassan di kantor BPJPH, Jalan Pinang Ranti, Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Lebih lanjut, Haikal mengungkapkan, aturan wajib sertifikasi halal mencakup produk makanan, minuman, kosmetik, fesyen, sembelihan, obat, restoran, dan semua barang olahan.
"Jadi nanti, pelaku-pelaku usaha nih saya bilangin, mulai tanggal 18 Oktober kemarin, kalau seandainya belum juga mau proses, belum juga ada logo dari pada halal ini, halal Indonesia, akan kena sanksi," ucapnya.
Sanksi tersebut berupa sanksi administratif berupa peringatan tertulis, atau penarikan produk dari peredaran, termasuk penutupan usaha.
"Kalau masih juga, sanksi kedua itu adalah berupa satu, bisa penutupan usaha, bisa penarikan dari peredaran. Itu tolong diperhatikan tuh semua dan tolong disampaikan," tuturnya.
Masyarakat, kata Haikal Hassan, dapat melapor ke pihaknya jika menemukan produk yang belum melakukan sertifikasi halal.
Partisipasi masyarakat, menurut Haikal Hassan, dibutuhkan untuk meningkatkan produk yang bersertifikasi halal.
"Jangan cuma dari kita doang. Masyarakat bisa dateng melapor, kita terbuka," pungkasnya.
Seperti diketahui, Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta regulasi turunannya mewajibkan seluruh produk yang beredar wajib bersertifikat halal.
Sebelumnya, masa tenggang terdekat jatuh tempo aturan tersebut pada 17 Oktober 2024.
Tambah deretan menteri yang bikin kontroversi
Mencuatnya pernyataan Haikal Hassan yang menimbulkan polemik ini menambah deretan menteri Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto yang memunculkan kegaduhan.
Sebelumnya Haikal, ada Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto yang bikin kontroversi.
Politikus PAN ini menggunakan kop dan stempel kementerian untuk undangan Haul ibundanya sekaligus Hari Santri dan Tasyakuran.
Lalu ada juga Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai yang menghendaki alokasi anggaran di kementeriannya mencapai Rp20 triliun.
Permintaan anggaran fantastis ini dinilai menghamburkan keuangan negara dan tidak peka terhadap kondisi rakyat yang kesusahan.